JAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan mata pencaharian alternatif untuk nelayan pelintas batas Indonesia-Australia.
Penyediaan mata pencaharian alternatif bagi nelayan tersebut merupakan salah satu upaya untuk menekan laju pelanggaran penangkapan ikan oleh nelayan Indonesia di wilayah perairan Australia.
Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar melalui keterangan tertulis KKP, Jumat (27/5/2022), menyebut pencaharian alternatif itu sangat penting.
"Mata pencaharian alternatif sangat penting mengingat kegiatan penyadartahuan dan penegakan hukum saja tidak akan berarti tanpa disertai solusi terkait peningkatan pendapatan nelayan lintas batas," tuturnya.
Baca Juga: Perahu Nelayan Rusak Diterjang Gelombang Pasang
Untuk menyiapkan mata pencaharian alternatif tersebut, KKP melalui Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri (BHKLN) juga menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Jakarta pada Jumat kemarin.
Peserta kegiatan itu di antaranya perwakilan dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, Kemenko bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Luar Negeri, serta Bappenas.
Kepala BHKLN KKP Agung Tri Prasetyo dalam paparan pengantar FGD tersebut mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi beberapa mata pencaharian alternatif bagi nelayan pelintas batas Indonesia-Australia.
“Yang mempertimbangkan semua aspek terkait baik ekonomi, sosial budaya, politik dan kondisi fisik/geografis daerah setempat," ujarnya.
Agung menambahkan, sebenarnya sejak lama nelayan tradisional Indonesia telah melakukan penangkapan ikan di perairan Australia.
Komoditas tangkapan terdiri dari lola, teripang, abalon, kerang, dan hiu yang semuanya memiliki nilai ekonomi tinggi.
Sedangkan lokasi penangkapan meliputi Ashmore Reef, Scott Reef, Seringapatam Reef, Cartier Island hingga jauh ke selatan sampai Marege (Arnhem Land) and Kayu Jawa (the Kimberley).
Pemerintah Australia bahkan mengakui hak perikanan tradisional nelayan Indonesia melalui penandatanganan perjanjian MoU Box 1974.
Namun seiring perkembangan, Pemerintah Australia telah menetapkan Ashmore Reef sebagai Cagar Alam Nasional dan menutup wilayah tersebut dari aktivitas penangkapan ikan dan sumber daya laut lainnya yang sebelumnya diperbolehkan.
Perubahan status Ashmore Reef serta adanya delimitasi maritim sesuai perjanjian Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Ekslusif dua negara, membuat aktivitas nelayan lintas batas Indonesia - Australia semakin terbatas dan akhirnya terjadi penangkapan ikan di luar area MoU Box.
Baca Juga: Nelayan Yang Tersambar Petir Ditemukan Tewas
Tahun lalu, lanjut dia, ada 275 kasus kapal ikan Indonesia ditangkap otoritas Australia. Angka tersebut, menurut Agung, cukup tinggi.
“Oleh karena itu, upaya diplomasi memang sangat penting, di samping itu kita menyiapkan juga mata pencaharian alternatif,” lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.