WASHINGTON, KOMPAS.TV — Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meratapi tragedi pembantaian anak-anak Sekolah Dasar Robb di Uvalde, Texas dengan penuh kesedihan sekaligus angkara murka, Rabu (25/5/2022).
Ia mendesak pemberlakuan undang-undang pembatasan senjata api setelah seorang pria bersenjata menembak dan menewaskan sedikitnya 19 anak di SD di Texas pada Selasa (24/5) itu.
Melansir Associated Press, Biden berbicara dari Gedung Putih hanya kurang dari satu jam setelah kembali dari perjalanan lima hari ke Asia, dan kedatangannya disambut dengan tragedi penembakan massal di Texas.
Dia memohon tindakan segera untuk mengatasi kekerasan senjata setelah bertahun-tahun gagal. Dengan sengit, Biden juga menyalahkan produsen senjata api dan pendukung mereka karena memblokir undang-undang di Washington.
'"Kapan, atas nama Tuhan, kita akan berdiri melawan lobi senjata?!" Biden berkata dengan penuh emosi. "Mengapa kita rela hidup dengan pembantaian ini?! Mengapa kita terus membiarkan ini terjadi?!"
Didampingi ibu negara Jill Biden di sisinya di Ruang Roosevelt, Joe Biden yang pernah kehilangan anaknya sendiri, meskipun bukan akibat dari kekerasan senjata, berbicara secara mendalam tentang kesedihan orang tua kehilangan anak, dan rasa sakit dan trauma yang tidak tertahankan bagi siswa yang selamat.
“Kehilangan seorang anak itu seperti sepotong jiwa Anda direnggut,” kata Biden. “Ada kehampaan di dadamu. Anda merasa seperti tersedot ke dalamnya dan tidak akan pernah bisa keluar.”
Baca Juga: Kepanikan Luar Biasa Keluarga Mencari Anaknya Usai Penembakan Massal Tewaskan 19 Siswa SD di Texas
Dia meminta bangsanya untuk mendoakan para korban dan keluarga, dan juga bekerja lebih keras mencegah tragedi berikutnya.
"Sudah waktunya kita mengubah rasa sakit ini menjadi tindakan," katanya.
Sedikitnya 19 siswa sekolah dasar kelas 2, 3, dan 4 terbunuh di Robb Elementary School di kota Uvalde, Texas, menurut pejabat setempat. Korban tewas juga termasuk dua orang dewasa. Pria bersenjata itu tewas setelah ditembak oleh petugas yang merespons, kata polisi setempat.
Hanya seminggu sebelumnya, pada malam perjalanannya ke luar negeri, Biden pergi ke Buffalo untuk bertemu dengan keluarga korban setelah seorang penembak rasis dan penuh kebencian membunuh 10 orang kulit hitam di sebuah toko kelontong di Buffalo, New York.
Tragedi berturut-turut menjadi pengingat yang serius tentang frekuensi dan kebrutalan epidemi kekerasan senjata massal di Amerika.
“Penembakan massal semacam ini jarang terjadi di tempat lain di dunia,” kata Biden.
Negara-negara lain sama saja dengan AS, kata Biden, memiliki orang-orang yang dipenuhi dengan kebencian atau masalah kesehatan mental. Tetapi, imbuhnya, tidak ada negara lain yang mengalami kekerasan senjata pada tingkat seperti yang terjadi di negeri Paman Sam.
"Mengapa?!" Biden bertanya putus asa.
Baca Juga: Korban Tewas Penembakan Massal di SD Texas Bertambah Jadi 19 Orang
Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah wabah kekerasan terbaru dapat memecahkan kebuntuan politik seputar pengetatan undang-undang senjata AS setelah begitu banyak lainnya gagal. Ini termasuk seusai penembakan tahun 2012 di Sekolah Dasar Sandy Hook di Newtown, Connecticut yang menewaskan 26 orang, termasuk 20 anak-anak. .
“Kenyataan bahwa seorang anak berusia 18 tahun bisa masuk ke toko senjata dan membeli dua senjata serbu adalah salah,” kata Biden.
Biden sebelumnya menyerukan larangan senjata serbu, serta mengusung persyaratan pemeriksaan latar belakang federal yang jauh lebih ketat serta undang-undang "bendera merah" yang dimaksudkan untuk menjauhkan senjata dari tangan mereka yang memiliki masalah kesehatan mental.
Pada Selasa (24/5) malam, Pemimpin Demokrat di Senat Chuck Schumer bergerak memajukan dua RUU yang sudah disahkan Kongres untuk memperluas pemeriksaan latar belakang yang diperlukan federal untuk pembelian senjata, tetapi belum ada pemungutan suara yang dijadwalkan.
Biden muram ketika dia kembali ke Gedung Putih, setelah diberi pengarahan tentang penembakan itu saat berada di Air Force One. Sesaat sebelum mendarat di Washington, dia berbicara dengan Gubernur Texas Greg Abbott dan menawarkan “setiap dan semua bantuan” yang dibutuhkan, kata Gedung Putih.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.