YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Dosen Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Pande Made Kutanegara, menanggapi aturan pemberian nama oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 tahun 2022.
Menurut Pande, Permendagri No.73 tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan tersebut bukan hal yang mendesak.
"Boleh diatur tapi sebenarnya juga tidak urgent banget diaturnya, kalau saya lihat ya," kata Pande kepada KOMPAS.TV, Selasa (24/5/2022).
Seperti diketahui, Permendagri tersebut membatasi jumlah huruf, yakni sebanyak 60 huruf, serta menyarankan agar nama penduduk terdiri dari dua kata.
"Dari sisi substansi, menurut saya aturan ini tidak mengatur tentang itu (substansi -red). Panjang 60 huruf itu sebenarnya tidak begitu bermasalah, jadi tidak begitu memunculkan efek-efek ke masyarakat," kata pakar di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM itu.
Baca Juga: Kemendagri: Penerbitan Aturan Tulis Nama di KTP agar Warga Mudah Urus Dokumen
Pande juga menilai, aturan tersebut lebih berkaitan dengan syarat administrasi, supaya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
Sebab, panjang atau pendeknya nama akan mempengaruhi kelancaran proses administrasi di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil), misalnya dalam pembuatan KTP atau paspor.
"Problem-nya adalah ketika nama itu panjang sekali, sehingga waktu menulis di E-KTP atau di paspor itu menyulitkan. Di sisi lain ada tren orang namanya pendek sekali, hanya A, AA (satu atau dua huruf -red), jadi memang ini yang saya kira perlu diatur sebenarnya," kata Pande.
Mengenai respon sejumlah orang yang menilai bahwa aturan tersebut membatasi hak privat masyarakat, Pande menilai, Permendagri tersebut sebagai rambu-rambu untuk mengatur hal-hal dalam kehidupan bernegara.
"Seringkali demokrasi itu dalam masyarakat kita dimaknai kebebasan sebebas-bebasnya, apapun ekspresi diperbolehkan, nah saya kira di situlah negara mengatur rambu-rambunya yang boleh," imbuhnya.
Pande pun menerangkan, aturan tersebut tidak salah karena bukan membatasi nama tertentu, melainkan panjangnya nama.
Baca Juga: Tak Cuma Indonesia, Negara Ini Juga Atur bahkan Larang Nama seperti Adolf Hitler dan Harry Potter
Mengutip dari Stacker.com, pemerintah di sejumlah negara, misalnya Jepang, Australia, Jerman, juga membatasi nama penduduknya dengan maksud melindungi anak-anak dari perundungan, rasa malu, dan perasaan terintimidasi.
Adapun Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, aturan nama tersebut dibuat sebagai pedoman pencatatan nama, pedoman dalam penulisan nama pada dokumen kependudukan, serta meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan.
"Sekaligus memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan," kata Zudan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.