Jakarta, KOMPAS.TV- Organisasi nirlaba asal Inggris Oxfam membuat laporan bahwa krisis Covid-19 yang disertai peningkatan ketimpangan dan kenaikan harga-harga pangan dapat mendorong sekitar 263 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2022.
"Jutaan orang di seluruh dunia menghadapi krisis biaya hidup karena efek pandemi yang berkelanjutan dan meningkatnya biaya kebutuhan pokok, termasuk makanan dan energi," kata Gabriela Bucher, Direktur Eksekutif Oxfam International melalui rilis pers Oxfam Internasional pada Senin (23/5/2022).
Harga pangan, yang telah didorong lebih tinggi selama pandemi karena gangguan COVID-19 dan cuaca buruk, kembali melonjak lebih tinggi ketika invasi Rusia ke Ukraina mengguncang pasokan biji-bijian dan minyak.
"Di seluruh Afrika Timur, satu orang kemungkinan meninggal setiap menit karena kelaparan. Ketidaksetaraan yang mengerikan ini menghancurkan ikatan yang menyatukan kita sebagai umat manusia. Ini memecah belah, korosif dan berbahaya. Ini adalah ketimpangan yang benar-benar membunuh," imbuh Gabriela.
Sementara itu, Bank Dunia mendefinisikan orang yang sangat miskin sebagai mereka yang hidup dengan kurang dari 1,90 dolar AS atau Rp27.858,00 per hari.
Baca Juga: Covid-19 di Korea Utara Tunjukkan Tren Positif, Rezim Kim Jong-Un Klaim Wabah Virus Corona Melambat
Oxfam mendorong para pemerintah di seluruh dunia untuk mengambil tindakan segera dalam rangka mengatasi peningkatan ketimpangan yang muncul akibat krisis COVID-19 bersama lonjakan harga energi dan pangan.
Oxfam yang memberikan perhatian pada masalah penanggulanan bencana dan advokasi, merekomendasikan tindakan paling mendesak dan struktural yang harus diambil pemerintah-pemerintah sekarang adalah menerapkan langkah-langkah perpajakan yang sangat progresif untuk keperluan investasi dalam langkah-langkah kuat yang terbukti mengurangi ketimpangan, misalnya perlindungan sosial universal dan perawatan kesehatan universal.
Laporan tersebut dirilis oleh Oxfam di Nairobi ketika para pembuat kebijakan dan kepala industri tiba di kota Davos di Swiss untuk pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF).
Mereka mendapati bahwa jumlah miliarder telah meningkat sebanyak 573 dari tahun 2020 menjadi hampir 2.700 saat ini.
Baca Juga: Jokowi Beberkan Indonesia Punya Kekayaan Energi Hijau ke Bos-Bos Perusahaan AS
Kekayaan kumulatif para miliader itu telah meningkat hampir 3,8 triliun dolar AS menjadi 12,7 triliun dolar AS, menurut temuan badan amal tersebut, menganalisis data dari Forbes.
Mereka yang berada di sektor pangan dan energi menikmati "rejeki nomplok" dalam pendapatan dari melonjaknya harga-harga komoditas.
WEF mengatakan bahwa pertemuan yang dilakukan untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun karena COVID-19 itu akan mempertemukan lebih dari 2.000 pemimpin dan pakar dari seluruh dunia.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.