JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Wacth (ICW) mengatakan, nilai kerugian keuangan negara yang timbul harusnya dijadikan alasan pemberatan hukuman bagi terdakwa.
Kendati setiap perkara memiliki karakteristiknya masing-masing baik berdasarkan konstruksi perkara, peran pelaku hingga pembuktian penuntut umum hingga perpektif majelis hakim.
Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS TV, Minggu (22/5/2022).
“Isu disparitas ini mestinya bisa diminimalisir karena berkaitan langsung dengan aspek keadilan bagi terdakwa dan masyarakat itu sendiri,” ucap Kurnia.
ICW pun membeberkan hasil pemantauannya yang memperlihatkan putusan-putusan yang konstruksi perkaranya serupa tapi hukumannya berbeda.
Yaitu, pada perkara terpidana Jumadiyono yang merupakan Kasubag Keuangan dan Kepegawaian Kantor Kecamatan Kandis dengan Askari sebagai Kepala Desa Sukawarno.
Baca Juga: ICW Ungkap Korupsi 2021 Paling Banyak Terkait Anggaran Desa, Kemendesa Harus Ambil Langkah Kongkret
Jumadiyono dan Askari sama-sama dikenakan Pasal 2 ayat 1 pada perkara korupsinya. Namun, Askari yang dinilai merugikan negara Rp187juta dihukum 8 tahun penjara sementara Jumadiyono dengan kerugian negara Rp1,1 miliar yang disebabkannya dihukum 4 tahun penjara.
Perbedaan juga dipaparkan ICW pada kasus Ketua Kelompok Masyarakat Singosari Imron Amirudin dan Sekda Kabupaten Tanah Bumbu Rooswandi Salem yang sama-sama diganjar pasal 3 UU Tipikor.
Imron Amirudin yang terbukti merugikan negara Rp161 juta divonis 4 tahun penjara sementara Rooswandi Salem dengan kerugian negara Rp1,8 miliar yang disebabkannya dihukum 1 tahun penjara.
“(Ini) memperlihatkan bahwa permasalahan disparitas menjadi isu yang tidak kunjung selesai,” ucap Kurnia.
Dan, sambung Kurnia, permasalahan perbedaan hukuman antara terdakwa menjadi isu klasik menahun dalam proses pemantauan tren vonis yang dilakukan oleh ICW.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.