MOGADISHU, KOMPAS.TV - Ratusan anggota parlemen Somalia menggelar sidang untuk memilih presiden baru dalam pemungutan suara di hanggar bandara yang dijaga ketat. Pemilu diperlukan untuk memastikan negara miskin dan dilanda konflik itu terus menerima bantuan keuangan asing.
Pemungutan suara sudah berulang kali mengalami penundaan karena pertengkaran di dalam pemerintahan, namun pemilihan presiden harus diadakan bulan ini agar program Dana Moneter Internasional (IMF) senilai USD400 juta atau setara Rp5,86 triliun tetap dapat dimanfaatkan.
Situasi itu terjadi saat negara Tanduk Afrika tersebut menghadapi kekeringan terburuk dalam empat dekade terakhir. Somalia juga berhadapan dengan maraknya kekerasan yang menyengsarakan karena perang oleh pemberontak Islam, pertempuran di antara pasukan keamanan sendiri, dan persaingan antar klan.
Hari Rabu (11/5/2022), sebuah bom bunuh diri yang diklaim oleh gerilyawan al Shabaab melukai tujuh orang selama demonstrasi politik di dekat hanggar tempat para anggota parlemen akan berkumpul.
Hari Jumat (13/5), para personel dari kelompok Muslim Sufi bertempur melawan pasukan pemerintah untuk memperebutkan ibu kota Negara Bagian Galmudug.
Presiden petahana Mohamed Abdullahi Mohamed, yang dikenal sebagai "Farmaajo" karena kecintaannya pada keju Italia, tampaknya tidak mungkin memenangkan pemilihan kembali setelah kehilangan dukungan dalam pemilihan parlemen bulan lalu, kata para analis.
Hilangnya peluang menang bagi petahana itu membuat dua mantan presiden berada di antara kandidat terdepan: Sharif Sheikh Ahmed (2009-2012) dan Hassan Sheikh Mohamud (2012-2017).
Baca Juga: 10 Tentara di Somalia Tewas akibat Serangan Bom Pinggir Jalan
Kepala wilayah semiotonom Puntland, Said Abdulahi Deni, juga memiliki peluang bagus, kata para analis.
Hanya ada satu perempuan di antara ke-36 calon itu, yakni mantan Menteri Luar Negeri Fawzia Yusuf Adam. Sekitar 329 anggota parlemen dari kedua majelis berhak memilih presiden.
Pasukan pemelihara perdamaian Uni Afrika akan menjaga lokasi itu selama pemungutan suara yang diperkirakan berlangsung dua atau tiga putaran. Menurut banyak orang Somalia, pemilihan tersebut secara tradisional lebih dipengaruhi oleh penyuapan daripada kebijakan.
Ahmed, mantan Islamis, mengambil alih sebagai presiden pemerintah transisi yang didukung Barat pada 2009, membentuk tentara nasional, dan membantu mendorong al Shabaab keluar dari Mogadishu.
Mantan presiden lainnya, Mohamud, adalah seorang aktivis perdamaian dan akademisi. Keduanya dituding gagal membendung korupsi.
Meskipun terpecah oleh perang saudara sejak 1991, Somalia mengadakan pergantian kepemimpinan yang relatif damai setiap empat tahun sejak 2000, meskipun yang terakhir telah ditunda sejak 2021.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.