JAKARTA, KOMPAS TV - Politik identitas yang terjadi pada gelaran Pilpres 2019 membuat sejumlah pihak tak ingin hal tersebut terulang kembali pada Pilpres 2024.
Salah satu cara yang digaungkan dengan menghadirkan tiga pasangan calon pada pesta demokrasi lima tahunan nanti.
"Pilpres 2024 idealnya diikuti minimal 3 pasangan capres-cawapres karena beberapa alasan," kata Sekretaris Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni dalam cuitannya di Twitter dan Kompas.tv sudah diizinkan untuk mengutipnya, Kamis (12/5/2022).
Baca Juga: Jokowi Minta Peserta Pemilu 2024 Jangan Terlibat SARA dan Isu Politik Identitas
Ia menjelaskan, dengan 3 pasang kandidat membuat pesta demokrasi lebih meriah, rakyat punya alternatif pilihan lebih banyak.
Semakin banyak kandidat semakin besar ruang kontestasi ide dan gagasan.
"Keberisikan pada Pemilu 2019 lalu bukan pada mengacu pada kebijakan tapi identitas. Capres didukung partai Allah vs Capres didukung partai setan dan isu-isu murahan semacam itu. Celakanya, isu inilah yang dimakan di akar rumput," ujarnya.
Selain itu, polarisasi yang membelah secara hitam putih lebih bisa diantisipasi. Masyarakat demokratis sejatinya masyarakat yang berisik karena semua berhak bicara dan ingin didengar.
"Polarisasi politik dan berisik pada masyarakat demokratis yang matang dan dewasa sebenarnya biasa saja. Namun berisiknya berdasarkan policy bukan identity."
"Misalkan polarisasi pilihan kebijakan sedalam dan sejauh mana intervensi negara terhadap kehidupan sosial dan ekonomi. Pajak tinggi vs pajak rendah beserta turunnya pada postur anggaran negara," katanya.
Menurut dia, bila ada tiga kandidat, kemungkinan besar memang akan terjadi ronde kedua karena tidak ada kandidat yang meraih suara 50 persen lebih pada putaran pertama.
"Pola koalisi partai-partai pada ronde kedua juga akan membantu merilaksasi ketegangan-ketegangan politik di kontestasi babak kedua ini," kata dia.
Meski begitu, ada konsekuensi biaya. Tapi, ia menyebut rupiah yang dikeluarkan untuk ronde kedua wajar dibayarkan ketimbang membayar biaya perpecahan dan keretakan sosial di akar rumput akibat pembelahan politik.
Baca Juga: Pesan AHY ke Kader Demokrat Soal Politik Identitas, Sindir Siapa?
"Seorang teman di DPR pernah bercerita, biaya setahun Kepolisian 2019 tersedot untuk biaya pengamanan beberapa bulan saja pada masa kampanye, pencoblosan, dan masa sengketa pemilu uang mengundang aksi masa besar-besaran di mana-mana."
"Saya tidak punya angka detailnya. Harus dicek ulang. Saya hanya ingin gambarkan, dua pasang kandidat pun punya konsekuensi dana pengamanan yang besar. Apalagi biaya sosialnya, jauh lebih tinggi ketimbang ongkos demokrasi putaran kedua pemilu itu," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.