YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Orang-orang biasa ternyata bisa terlibat di industri influencer marketing yang bernilai triliunan rupiah. Lebih dikenal dengan sebutan hyper micro influencer, konten kreator kalangan bawah ini punya potensi dilirik brand-brand besar.
Menurut Pakar Marketing Jennifer Ang, Indonesia masuk dalam daftar 10 besar negara di dunia yang penduduknya kecanduan media sosial. Dari Data Statista, ungkapnya, menunjukkan jumlah pengguna sosial media di Indonesia sebanyak 204 juta jiwa dari total populasi pada 2022.
Tren jumlah pengguna medsos yang terus meningkat itu, sebut dia, juga terjadi di seluruh dunia dan telah diadopsi oleh pemilik brand dengan spending iklan influencer marketing (medsos) yang terus meningkat.
Melansir data dari Influencer Marketing Hub (2022), lanjut Jennifer, diperkirakan total nilai pasar influencer marketing di dunia mencapai USD104 miliar atau setara dengan Rp1.493 triliun (kurs Rp14.359 per USD) pada 2022.
Baca Juga: Tung Desem Ternyata Pernah Ditawari Jadi Influencer Kayak Indra Kenz & Doni Salmanan - ROSI
Maka dari itu, dengan nilai PDB Indonesia menyumbang 1,28 persen dari total PDB dunia, bisa diperkirakan nilai bisnis industri influencer marketing di Indonesia bernilai sekitar Rp14 triliun.
“Namun sayangnya nominal tersebut belum terbagi rata bagi setiap segmen di mana influencer atau konten kreator kalangan atas masih mendominasi pembagian 'kue' pendapatan industri ini,” papar Jennifer Ang dalam siaran pers, Jumat (29/4/2022).
Menurut dia, sebenarnya influencer kalangan bawah atau yang lazim disebut dengan hyper micro influencer (memiliki followers di bawah 10 ribu) mempunyai kelebihan, yakni persona yang menarik.
Influencer di kategori ini, jelasnya, mempunyai ciri khas yang unik, ekspresif, dan asli. Hasil postingan mereka pun mempunyai kategori yang beragam mulai dari kuliner, fesyen, musik, game, dan sebagainya.
Baca Juga: ITS Surabaya Umumkan SNMPTN 2022 Jalur YouTuber dan Influencer, Cek Syarat dan Cara Daftarnya
“Tapi memang selama ini hal tersebut belum banyak dilirik oleh merek. Mereka belum mendapat kesempatan banyak untuk mengakses kue industri influencer marketing,” kata Jennifer.
Dengan persona unik orang-orang biasa, tambah dia, hyper micro influencer sebenarnya terdapat banyak opsi bagi brand untuk bekerja sama dalam kegiatan marketing sesuai kebutuhannya.
Namun, untuk bisa memungkinkan kerjasama tersebut, perempuan yang juga founder CUIT Indonesia ini menjelaskan, sebuah brand perlu mendapat dukungan data yang akurat terkait hyper micro influencer sehingga bisa melakukan proses seleksi yang tepat dalam kegiatan influencer marketing mereka.
Baca Juga: Follower Cuma 1000 Terima Endorse, Kok Bisa? Mari Mengenal Istilah Nano Influencer
Dukungan data sangat penting untuk menemukan solusi sehingga menghasilkan simbiosis mutualisme antara brand dan hyper micro influencer.
“Dan teknologi memungkinkan untuk menghasilkan data yang akurat sebagai bahan pertimbangan bagi brand untuk optimasi dana marketing mereka," tandasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.