SINGAPURA, KOMPAS.TV - Otoritas Singapura dilaporkan telah mengeksekusi seorang terdakwa penyelundup narkoba asal Malaysia pada Rabu (27/4/2022). Eksekusi ini menuai kontroversi karena pria itu disebut difabel secara intelektual alias tunagrahita.
Sebelum eksekusi, pihak keluarga dan organisasi internasional mendesak Singapura batal menghukum mati Nagaenthran K. Dharmalingam, pria 34 tahun yang diketahui membawa 43 gram heroin pada 2009 lalu.
Kendati pemerintah Singapura telah menegaskan penggunaan hukuman mati pada kejahatan narkoba, berbagai pihak mendesak peringanan hukuman atau pembebasan Nagaenthran dengan alasan kondisi mental.
Pengacara Nagaenthran menyebut ia hanya punya tingkat IQ 69 dan difabel secara intelektual. Eksekusi seseorang dengan penyakit mental sendiri dilarang oleh hukum hak asasi manusia internasional.
Baca Juga: Anggota DPR Usul Hukuman Mati untuk Koruptor di Atas Rp100 Miliar
Pada Senin (25/4) lalu, keluarga Nagaenthran melayangkan mosi untuk membatalkan eksekusi, tetapi ditolak. Pihak keluarga juga berargumen bahwa Nagaenthran kemungkinan tidak diberikan pengadilan yang cukup adil.
“Oleh sebab ini, saya mendeklarasikan Malaysia jauh lebih humanis (dibanding Singapura). Nol bagi Singapura untuk ini,” kata saudari Nagaenthran, Sarmila Dharmalingam.
Pengadilan Singapura sendiri mendesakkan hukuman mati dengan menyitir kesaksian dokter bahwa Nagaenthran tidak dalam kondisi tunagrahita dan sepenuhnya menyadari tindak kriminalnya.
Selain pihak keluarga, otoritas Malaysia, representatif Uni Eropa, serta berbagai tokoh dan organisasi hak asasi manusia mendesak hukuman mati Nagaenthran dibatalkan.
Akan tetapi, upaya memperoleh keringanan hukuman atau grasi selalu gagal sedekade belakangan. Nagaenthran sedianya akan dieksekusi pada 2020, tetapi ditunda karena pandemi Covid-19.
“Nama Nagaenthran Dharmalingam akan tertulis dalam sejarah sebagai korban gagalnya peradilan yang tragis,” kata Direktur Reprieve, Maya Foa.
“Menggantung seorang dengan disabilitas intelektual, pria dengan mental tidak sehat karena dia dipaksa membawa kurang dari tiga sendok makan diamorfin tidak bisa dibenarkan dan sebuah pelanggaran dahsyat hukum internasional yang kini dipilih Singapura,” lanjutnya.
Hukum Singapura menetapkan seseorang yang membawa lebih dari 15 gram heroin bisa dihukum mati. Namun, hukuman ini bisa diringankan menjadi penjara seumur hidup.
Jenazah Nagenthran K. Dharmalingam akan dipulangkan keluarga ke kampung halamannya di negara bagian Perak, Malaysia untuk dimakamkan.
Baca Juga: Tolak Hukuman Mati, Amnesty: Tak Akan Mengubah Situasi Kedaruratan Kekerasan Seksual di Indonesia
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.