JAKARTA, KOMPAS.TV - Nuzulul Qur’an adalah peristiwa kali pertama Nabi Muhammad mendapatkan wahyu Al-Qur’an saat menyepi di Gua Hira. Untuk waktunya sendiri, pada sejarawan bersilang pendapat soal 17 Ramadan, 21 atau bahkan 24 Ramadan.
Nuzulul Qur’an pada 17 Ramadan sendiri dipopulerkan oleh sejarawan Ibnu Ishaq dalam kitabnya Sirah Ibnu Ishaq. Sejarawan ini sendiri lahir pada abad kedua hijriah.
Beberapa sejarawan lain, misalnya, seperti Martin Lings dalam buku Mohammed juga mengisahkan, awal pertama wahyu Al-Qur’an diperkirakan juga bukan terjadi pada 17 Ramadan, melainkan di menuju akhir Ramadan.
“Ramadan adalah bulan yang biasa digunakan untuk mengasingkan diri. Pada suatu malam menjelang akhir Ramadan, dalam usia keempat puluh, ketika beliau tengah sendirian di dalam gua, datang kepadanya seorang malaikat dalam rupa manusia,” kata Martin Lings di hal.67.
Sedangkan menurut sirah nabawiyah Ar Rahiq Al-Makhtum karya Syaikh A. Syafiurrahman Al-Mubarakfuri, Nuzulul Qur’an atau turunnya Al-Qur’an ini terjadi pada 21 Ramadan.
Hal ini lantaran, Nuzulul Qur'an ini berdasarkan dengan firman Allah surat Al-Qadar ayat 1 tentang awal Al-Qur'an diturunkan.
“Yaitu para hari senin, 21 Ramadan di malam hari tepatnya 10 Agustus 610 M saat beliau berusia 40 tahun, 6 bulan 12 hari menurut kalender hijriah dan sekitar 39 tahun, 3 bulan, 20 hari berdasarkan kalender masehi,” katanya di halaman 79.
Beberapa sejarawan lain menyebut, Nuzulul Qur’an ini terjadi pada 24 Ramadan. Satu hal yang pasti, para sejarawan ini tidak saling menyalahkan satu sama lain. Sedangkan para ulama juga membolehkan perayaan tradisi Nuzulul Qur’an di hari-hari selain 17 Ramadan.
Baca Juga: Kuah Beulangong Khas Aceh untuk Tradisi Sambut Nuzulul Quran
Dalam tradisi masyarakat Indonesia, di beberapa tempat di wilayah Indonesia kebanyakan menyelenggarakan tradisi Nuzulul Qur’an pada malam hari 17 Ramadan.
Salah satu tradisi di Surakarta, misalnya, tradisi Nuzulul Qur’an ini dimulai pada 21 Ramadan.
Di kota tersebut, ada tradisi tumpengan atau atau tradisi seribu tumpeng untuk memperingati Nuzulul Qur’an. Nama tradisi ini juga disebut dengan maleman Sriwedari.
Dalam tradisi ini, seribu nasi tumpeng dari Keraton Kasunanan Surakarta akan diarak menuju Joglo Sriwedari Solo. Lantas, nasi tumpeng ini dikonsumsi oleh warga Solo.
Baca Juga: 3 Amalan Sunah Malam Nuzulul Qur’an 17 Ramadan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.