KIEV, KOMPAS.TV - Dewan Kota Mariupol, Ukraina mengeklaim pasukan Rusia mengeluarkan mayat-mayat dari kuburan massal dan melarang warga melakukan penguburan. Ukraina menuduh Rusia membawa mayat-mayat itu untuk menghilangkan bukti masifnya korban jiwa di Mariupol.
Pernyataan Dewan Kota Mariupol tersebut ditegaskan oleh Wali Kota Mariupol Vadym Boychenko.
Boychenko sendiri saat ini sudah tidak berada di kota Mariupol. Saat diwawancara BBC, ia enggan menyebutkan lokasinya atas alasan keamanan, tetapi bersikeras ia berada di dekat Mariupol.
Boychenko mengeklaim tuduhan pasukan Rusia mengeluarkan mayat yang telah dikubur berdasarkan intelijen Ukraina dan kesaksian warga.
Baca Juga: Efek Besar Perang Ukraina: Warga Mariupol Kelaparan hingga Kurangnya Pasokan Pangan Dunia
Ia menuduh Rusia melakukannya untuk mengantisipasi kecaman internasional jika bekas pembantaian kembali ditemukan di Ukraina.
Sebelumnya, temuan jejak pembantaian sipil di Bucha dan Irpin menuai respons keras berbagai pihak beberapa pekan belakangan.
“Mereka menyembunyikan kejahatan mereka setelah tersebarnya apa yang terjadi di Bucha dan Irpin. Mereka menghilangkan mayat warga sipil yang terbunuh senjata musuh, pesawat musuh,” kata Boychenko kepada BBC, Jumat (15/4/2022).
Sebelumnya, Boychenko berulang kali mengeklaim pasukan Rusia membawa krematorium mobil untuk melenyapkan mayat-mayat yang berserak di Mariupol.
Awal pekan ini, ia menyebut sekitar 10.000 warga sipil telah terbunuh di Mariupol. Namun, jumlah aslinya diperkirakan jauh lebih banyak.
Mariupol sendiri dibombardir Rusia sejak awal invasi pada 24 Februari lalu. Kota ini telah dikepung selama enam pekan dan diperkirakan akan sepenuhnya jatuh ke tangan Rusia sebentar lagi.
Boychenko menyebut Mariupol masih berada dalam genggaman Ukraina, tetapi butuh bantuan militer jika ingin bertahan.
“Hari ini bendera Ukraina berkibar di atas Mariupol. Ini sulit, tetapi orang-orang bertahan,” kata Boychenko.
“Kami hanya butuh senjata. Kami punya cukup tentara. Namun, kami mesti diberi kesempatan dan senjata,” lanjutnya.
Boychenko menyebut sekitar 100.000 warga sipil masih terjebak di Mariupol. Ia meminta komunitas internasional mengirim bantuan ke para warga.
“Banyak negara dan organisasi seperti Prancis, Turki, dan Palang Merah telah mencoba membantu. Namun, tidak ada misi yang pernah sampai langsung ke Mariupol,” katanya.
Baca Juga: Rusia: Lebih dari 1.000 Tentara Ukraina di Mariupol Menyerah
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.