NEW YORK, KOMPAS.TV — Rusia dan Amerika Serikat (AS) kembali bentrok di PBB. Duta Besar AS untuk PBB menuduh Rusia membuat situasi pangan makin genting di Yaman, sementara tempat lain menjadi lebih buruk akibat dari menyerang Ukraina, Kamis (14/4/2022).
Seperti laporan Associated Press, Jumat (15/4), Dubes AS di PBB Linda Thomas-Greenfield menyebutnya hanya contoh suram dari efek perang Rusia yang tidak beralasan, tidak adil, dan tidak masuk akal terhadap mereka yang paling rentan di dunia.
Linda Thomas-Greenfield pada pertemuan Dewan Keamanan PBB membahas Yaman yang dilanda perang mengatakan, Program Pangan Dunia WFP mengidentifikasi negara termiskin di dunia Arab sebagai salah satu negara yang paling terpengaruh oleh kenaikan harga gandum dan kurangnya impor dari Ukraina.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyansky pun membalas komentar itu.
"Faktor utama ketidakstabilan dan sumber masalah saat ini bukanlah operasi militer khusus Rusia di Ukraina, tetapi tindakan sanksi yang dikenakan pada negara kami, yang memotong pasokan apa pun dari Rusia dan dari rantai pasokan, selain dari pasokan yang dibutuhkan negara-negara di Barat, dengan kata lain energi," kata Polyansky.
“Jika Anda benar-benar ingin membantu dunia menghindari krisis pangan, Anda harus mencabut sanksi yang Anda sendiri kenakan, sanksi pilihan Anda sendiri, dan kemudian negara-negara miskin akan segera merasakan perbedaannya,” kata Polyansky.
“Dan jika Anda tidak siap untuk melakukan itu, maka jangan terlibat dalam hasutan, dan jangan menyesatkan semua orang.”
Baca Juga: PBB: Perang Ukraina Ancam Hancurkan Negara Miskin, Indonesia dan 5 Negara Diminta Mobilisasi Bantuan
Pertukaran tajam terjadi sehari setelah satuan tugas PBB memperingatkan peperangan mengancam akan menghancurkan ekonomi banyak negara berkembang yang sekarang menghadapi biaya makanan dan energi yang lebih tinggi dan kondisi keuangan yang semakin sulit.
“Sebanyak 1,7 miliar orang, sepertiga di antaranya sudah hidup dalam kemiskinan, sekarang sangat rentan terhadap gangguan sistem pangan, energi dan keuangan yang memicu lonjakan kemiskinan dan kelaparan," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam laporannya.
Tiga puluh enam negara bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk lebih dari setengah impor gandum mereka, termasuk beberapa negara termiskin di dunia, katanya, dan harga gandum dan jagung sudah naik 30 persen sejak awal tahun.
“Ratusan ribu anak akan tidur (dalam kondisi) lapar setiap malam sementara orang tua mereka sangat cemas tentang bagaimana memberi mereka makan,” kata kepala kemanusiaan PBB Martin Griffiths dalam sebuah pernyataan.
“Perang di belahan dunia membuat prospek mereka semakin buruk. Alokasi ini akan menyelamatkan nyawa.”
Juru bicara PBB Stephane Dujarric ditanya tentang komentar Polyansky dan apakah Guterres khawatir sanksi akan menaikkan harga pangan menjawab,
"Saya pikir akan aman untuk mengatakan tidak akan ada sanksi jika tidak ada konflik."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.