JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah Sri Lanka mengumumkan negaranya akan gagal membayar utang yang jatuh tempo, lebih dari Rp700 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya sudah menerapkan sejumlah strategi dalam mengatur pembiayaan atau utang Indonesia agar tidak gagal bayar seperti Sri Lanka.
Sri Mulyani menyampaikan, Indonesia selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan utang. Sebelum menarik utang dengan menerbitkan obligasi pemerintah, Kemenkeu akan melakukan penyesuaian (adjustment) dari sisi tenor, waktu penerbitan, dan komposisi mata uang.
Sri Mulyani berupaya menjaga APBN tetap sehat dan siaga, jika terjadi krisis di masa depan. Meskipun saat ini APBN bekerja sangat keras sebagai penambal guncangan (shock absorber). Ia pun optimistis defisit APBN di angka 3 persen bisa terwujud di tahun 2023.
Baca Juga: Menteri ESDM Beri Sinyal Harga Pertalite, Tarif Listrik, dan Elpiji 3kg Bakal Naik
"Mengenai kondisi utang di Indonesia, kita tetap menjaga konsolidasi APBN," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022).
Sebagai upaya penyehatan APBN, Kemenkeu mengoptimalkan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan kerja sama burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) yang masih berlangsung sepanjang tahun 2022.
Kerja keras tersebut terlihat dengan berkurangnya penerbitan utang Indonesia hingga Rp100 triliun per Maret 2022. Sedangkan per Februari 2022, penarikan utang sudah turun 66,1 persen.
Sri Mulyani menambahkan, realisasi pembiayaan APBN lewat penerbitan utang di bulan Februari 2022 sebesar Rp92,9 triliun. Atau 9,5 persen dari target APBN 2022 sebesar Rp973,6 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Ada Lembaga yang Desain Anggarannya Tak Jelas, tapi Minta Jumlahnya Naik Terus
Jumlah itu juga jauh berkurang dibanding penerbitan utang di Februari 2021, yang sebesar Rp273,8 triliun.
"Untuk menjaga dari kesehatan APBN, rasio utang (Indonesia) termasuk relatif rendah di ukur dari negara ASEAN, G20, dan seluruh dunia," ujar Sri Mulyani.
Prinsip kehati-hatian dalam penarikan utang juga akan terus dilanjutkan sepanjang tahun ini. Apalagi dengan adanya krisis Rusia-Ukraina dan normalisasi kebijakan Bank Sentral AS, yang akan menjadi tekanan eksternal bagi perekonomian Indonesia.
"Ini tetap kita jaga secara sangat hati-hati dan secara prudent. Kami lihat tekanan seluruh dunia ke negara-negara akan meningkat, seperti salah satu negara yaitu Sri Lanka, kami akan liat sisi bagaimana menjaga (porsi utang)," tuturnya.
Baca Juga: Ada Konflik Rusia-Ukraina,Sri Mulyani: Stabilitas Sistem Keuangan RI Tetap Normal
Perekonomian Sri Lanka kini tengah porak poranda. Merek kehabisan devisa sehingga tidak bisa membayar utang dan tidak bisa mengimpor barang kebutuhan masyarakat.
Sri Lanka pun mengumumkan akan gagal bayar utang luar negeri sebear 51 miliar dollar AS atau sekitar Rp732 triliun (asumsi kurs Rp 14.371). Krisis ekonomi Sri Lanka adalah yang terburuk dalam 70 tahun terakhir negara itu. Perekonomian mereka tertekan Pandemi Covid-19 dan krisis Rusia-Ukraina.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.