JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden kedua RI Soeharto dan Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pernah berkelakar soal jumlah salat tarawih, antara 23 rakaat atau 11 rakaat. Begini kisahnya:
Suatu hari di bulan Ramadan, Gus Dur diundang oleh Soeharto ke kediamannya di Jalan Cendana Jakarta untuk berbuka puasa bersama.
“Waktu itu Gus Dur hadir ditemani Kiai Asrowi,” tulis situs resmi NU mengisahkan pertemuan itu.
Pada masa itu Orde Baru dan Soeharto masih kuat berkuasa. Kisah itu terjadi tahun 90-an. Gus Dur dan Soeharto dikenal bermusuhan secara ideologi politik, meski begitu, keduanya juga sering kunjung-mengunjungi.
Hal ini lantaran, Gus Dur masih memegang pucuk tertinggi ormas Islam di Indonesia, yakni NU. Sedangkan Soeharto di akhir-akhir kekusaannya lagi gencar-gencarnya mendekati ormas dan kelompok Islam.
Singkat cerita, setelah buka puasa, lantas keduanya salat maghrib berjamaah. Setelahnya, ada jamuan makan. Mereka minum kopi, minum teh, dan makan. Dari situlah, terjadi dialog antara Soeharto dan Gus Dur soal tarawih.
Baca Juga: Kisah Kedekatan Dorce Gamalama dan Gus Dur, Sampai Diminta Jadi ‘Menteri Pegadaian’
“Gus Dur sampai malam di sini?” tanya Soeharto.
“Enggak pak! Saya harus segera pergi ke tempat yang lain,” jawab Gus Dur
“Oh, iya ya ya....silaken. Tapi kiainya kan ditinggal di sini, ya?” kata Soeharto.
Tentu saja, jika Soeharto sudah berucap sesuatu, maka yang lain wajib mematuhi. Situasi pun sempat menegang, tapi bukan Gus Dur namanya jika tidak bisa membut suasana jadi cair lagi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.