JAKARTA, KOMPAS.TV - Rasa sakit hati karena perlakuan tidak menyenangkan orang lain mungkin membuat kita sedih. Namun, merasa bersalah karena belum bisa memaafkan orang lain juga berpengaruh besar pada kesehatan mental kita.
Pada tahap ini, memaafkan diperlukan untuk membebaskan perasaan, namun bukan berarti melupakan. Itu juga bukan berarti menerima, membenarkan, atau mengabaikan suatu peristiwa.
Memaafkan dapat dikatakan sebagai melepaskan dendam yang merupakan penyakit hati. Pelaku mungkin tidak pantas dimaafkan, tetapi kita harus bisa berdamai dengan diri sendiri.
Dalam salah satu drama audio siniar Semua Bisa Cantik bertajuk “Cukupkah dengan Niat Memaafkan? Pt. 2” di Spotify, sosok Ratna terpaksa harus belajar untuk memaafkan suaminya yang berselingkuh demi melepaskan diri dari beban di hatinya.
Baca Juga: Mengapa Perempuan Sering Menjadi Korban Kejahatan?
Meskipun sulit, memaafkan bisa memudahkan kita untuk mengurangi stres. Hal ini juga dapat mengurangi segala emosi negatif.
Menjadi pribadi yang sulit memaafkan dapat merusak suasana hati. Seperti munculnya peristiwa balas dendam, permusuhan, kemarahan, dan kesedihan yang mengambil alih sebagian pikiran. Hal ini juga meningkatkan tekanan darah yang membuat kita berisiko terkena serangan jantung.
Tidak mau memaafkan juga memicu terjadinya penyakit mental berkepanjangan, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma. Sebuah studi fMRI oleh peneliti Italia, Dr. Pietro Pietrini, menunjukkan bahwa kemarahan dan rasa dendam dapat menghambat pemikiran rasional.
Sebaliknya, saat kita berada dalam proses memaafkan, ia mampu mengaktifkan area otak yang terkait dengan pemecahan masalah, moralitas, empati, dan kontrol kognitif emosi. Bahkan, penelitian oleh Stanford Medicine menunjukkan bahwa memaafkan bisa meningkatkan suasana hati dan optimisme.
Baca Juga: Simak, Ini 7 Hal Penting Raih Great Presentation untuk Tarik Minat Klien
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.