WASHINGTON, KOMPAS.TV - Militer Amerika Serikat seharusnya bisa berbuat lebih banyak untuk meminimalkan terbunuhnya warga sipil dan kerusakan selama pertempuran untuk menundukkan kota Raqqa di Suriah yang menandai jatuhnya ISIS pada 2017.
Demikian disebutkan sebuah laporan yang ditugaskan oleh Pentagon, seperti dilaporkan France24, Sabtu (2/4/2022).
Apa yang disebut serangan udara dan artileri "presisi" pasukan koalisi di bawah pimpinan Amerika Serikat di Raqqa, menyebabkan banyak korban sipil terbunuh dalam kurun antara 6 Juni dan 30 Oktober 2017.
Sebanyak 744 hingga 1.600 warga sipil tewas, menurut penghitungan koalisi, Amnesty International atau situs khusus Airwars, kata laporan RAND.
Menurut angka PBB yang dikutip oleh RAND, 11.000 bangunan hancur atau rusak pada periode Februari-Oktober 2017, termasuk delapan rumah sakit, 29 masjid, lebih dari 40 sekolah, lima universitas dan sistem irigasi kota.
Militer AS, yang melakukan 95 persen serangan udara dan 100 persen tembakan artileri selama pertempuran, disimpulkan tidak melakukan kejahatan perang selama pertempuran karena berusaha menghormati hukum internasional tentang perlindungan warga sipil di masa perang.
Tetapi RAND mengatakan ada "ruang untuk perbaikan."
Pertempuran Raqqa menyebabkan kehancuran hampir seluruh bangunan dan infrastruktur sipil, yang "merusak... kepentingan jangka panjang AS" di kawasan itu, kata dokumen setebal 130 halaman itu.
Baca Juga: Warga Berjuang Membangun Kembali Kota Raqqa
Pada akhir pertempuran selama hampir lima bulan untuk membebaskan Raqqa dari ISIS, "60 hingga 80 persen" wilayah kota itu "tidak dapat dihuni" dan kebencian penduduk mengarah pada para "pembebas kota", kata sebuah laporan oleh pusat penelitian RAND Corporation.
"Raqqa mengalami kerusakan struktural paling parah dari sisi kepadatan dibanding kota mana pun di Suriah," kata laporan yang dirilis Kamis (31/3/2022).
"Tingkat kerusakan struktural dan kurangnya dukungan Amerika Serikat untuk rekonstruksi Raqqa menyebabkan banyak penduduk Raqqa membenci metode pembebasan kota mereka," tambahnya.
Alih-alih berfokus pada serangan udara untuk menyelamatkan nyawa tentaranya, militer AS harus bersiap untuk mengirim lebih banyak pasukan ke lapangan untuk mendapatkan kesadaran situasional yang lebih baik dan mengambil lebih banyak risiko.
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.