SINGAPURA, KOMPAS.TV – Singapura menghukum mati seorang pria warganya dengan cara digantung atas kejahatan perdagangan narkoba, Rabu (30/3/2022).
Melansir Associated Press, eksekusi mati itu menjadi eksekusi pertama di Singapura selama lebih dari dua tahun belakangan.
Singapura yang memiliki undang-undang antinarkoba keras, sempat menghentikan eksekusi lantaran pandemi Covid-19. Hukuman mati terakhir dijatuhkan pada November 2019.
Abdul Kahar Othman, 68 tahun, digantung pada Rabu (30/3) pagi.
Baca Juga: Hapus VTL, Singapura Buka Perbatasan Sepenuhnya untuk Wisatawan Tanpa Karantina Mulai 1 April
Menurut aktivis anti-hukuman mati Kirsten Han, eksekusi itu tetap dilakukan kendati para aktivis, termasuk kantor hak asasi manusia PBB, meminta untuk mengubah hukuman Kahar menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Pada Selasa (29/3) malam, Han dan sejumlah aktivis lainnya bahkan berjaga di luar penjara Kahar.
Kahar berasal dari keluarga miskin dan telah berjuang melawan kecanduan narkoba sejak ia masih remaja. Kahar, kata Han, menghabiskan lebih banyak waktu di balik bui ketimbang sebagai orang bebas. Ia dibebaskan dari penjara pada 2005 setelah penahanan preventif selama satu dekade. Pada 2013, Kahar dihukum karena perdagangan narkoba dan dihukum mati dua tahun kemudian.
Penahanan Kahar tanpa rehabilitasi yang layak, kata Han, membuat Kahar sulit menempuh jalan hidup yang baru.
Bersama sejumlah kelompok HAM lain dan PBB, Han menyatakan keprihatinan lantaran eksekusi mati kemungkinan akan dipercepat setelah terhenti selama dua tahun.
Baca Juga: Arab Saudi Eksekusi Mati 81 Terpidana dalam Sehari, Terhukum Disebut Mengikuti Jejak Setan
Selain Kahar, tujuh terpidana hukuman mati kini tengah menanti eksekusi. Keluarga ketujuh terhukum itu telah menerima pemberitahuan eksekusi. Menurut Transformative Justice Collective, sebuah kelompok yang memperjuangkan reformasi sistem peradilan pidana Singapura, kasus mereka ditunda karena adanya banding.
Seorang pria dengan disabilitas mental kemungkinan akan dieksekusi selanjutnya, setelah kalah dalam banding akhir atas hukuman matinya pada Selasa (29/3).
Nagaenthran K. Dharmalingam dijatuhi hukuman mati sejak 2010 lantaran menyelundupkan kurang dari 43 gram heroin ke Singapura. Dalam sidang sebelumnya, terungkap bahwa IQ-nya hanya 69, tingkat yang diakui secara internasional sebagai cacat intelektual. Namun, pengadilan memutuskan bahwa Nagaenthran tahu apa yang dia lakukan saat melanggar undang-undang antinarkoba Singapura yang keras.
Baca Juga: Tentara Rusia yang Ditawan Ukraina Takut Pulang, Yakin Bakal Dieksekusi Regu Tembak
Sejumlah kelompok HAM telah mendesak Presiden Singapura Halimah Yacob untuk mengampuni Nagaenthran atau mengubah hukumannya. Sejumlah tokoh dunia mulai dari pemimpin Malaysia, perwakilan Uni Eropa dan figur publik dunia macam raja bisnis Inggris Richard Branson pun bergabung dalam seruan untuk menyelamatkan nyawa Nagaenthran.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.