JAKARTA, KOMPAS.TV – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menduga, kelangkaan solar terjadi karena adanya penyelewengan penggunaan solar subsidi oleh industri besar, seperti perusahaan tambang dan sawit.
Dugaan tersebut terlihat dari meningkatnya penjualan solar hingga mencakup 93 persen, sedangkan penjualan solar non-subsidi atau Dex Series menurun jadi 7 persen.
"Ini yang harus kita lihat, apakah betul ini untuk industri logistik dan industri yang tidak termasuk industri besar? Antrean-antrean yang kita lihat ini, kelihatannya justru dari industri-industri besar seperti sawit, tambang. Ini yang harus ditertibkan," kata Nicke dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022) lalu, dilansir dari Kontan.co.id.
Adapun, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, ada ketentuan terkait transportasi yang bisa dan tidak bisa menggunakan solar subsidi. Dalam beleid itu menyebutkan, mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari 6 tidak bisa menggunakan solar subsidi.
"Jadi itu sebanyak 93 persen, termasuk (industri tambang dan sawit), harusnya tidak meng-cover tambang dan sawait. Ini yang kami duga," ujarnya.
Baca Juga: Lonjakan Konsumsi dan Dugaan Penyelewengan Sebabkan Solar Langka
Nicke menuturkan, hingga saat ini Pertamina terus mendistribusikan solar subsidi guna mengurai antrean panjang kendaraan yang terjadi di sejumlah SPBU. Bahkan, penyaluran per Februari 2022 sudah melebihi kuota sekitar 10 persen. Dari yang seharusnya 2,27 juta kilo liter (KL) menjadi 2,49 juta KL.
"Kami memahami bahwa sekarang industri tumbuh, maka kita tetap suplai, walaupun sekarang sudah over kuota, per bulan kan ada kuota. Tapi sudah over 10 persen sampai dengan Februari," ucap Nicke.
Oleh sebab itu, menurutnya, dibutuhkan petunjuk teknis dari pemerintah untuk bisa mengantisipasi potensi penyelewengan solar subsidi. Hal ini guna memastikan bahwa penyaluran solar subsidi bisa tepat sasaran sehingga tidak mengalami kelangkaan.
"Solar subdisi memang ada aturannya di Perpres (Peraturan Presiden), tapi mungkin perlu ada level Kepmen (Keputusan Menteri) yang mengatur petunjuk teknis untuk bisa digunakan di level lapangan," ungkap dia.
Sumber : Kompas TV/Kontan.co.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.