KIEV, KOMPAS.TV – Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung selama sebulan pada Kamis (24/3/2022).
Sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari lalu, ribuan orang telah tewas dan jutaan orang lainnya terpaksa mengungsi meninggalkan rumah mereka. Gempuran tentara Rusia juga telah menghancurkan kota-kota di Ukraina.
Associated Press melaporkan, konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia ke-2 itu juga telah mengganggu tatanan keamanan internasional dan perekonomian global.
Baca Juga: Rusia Tuding Militer AS Lakukan Penelitian Biologi Rahasia di Indonesia, Hasilnya Tidak Dilaporkan
Sejak hari-hari pertama, invasi itu tidak berjalan seperti harapan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Setelah berhasil merangsek ke pinggiran ibu kota Kiev pada hari-hari pertama invasi, tentara Rusia dengan cepat terjebak di kawasan pinggiran kota.
Moral tinggi yang dimiliki tentara dan rakyat Ukraina disebut jadi penyebabnya.
Alih-alih menyerah seperti yang diharapkan Kremlin, tentara Ukraina melawan balik dengan sengit di setiap lini, hingga menggagalkan upaya Rusia menyerbu kota-kota besar lainnya, termasuk Kharkiv dan Chernihiv.
Rusia juga gagal memenangkan kendali penuh atas wilayah udara Ukraina kendati telah mengerahkan serangan besar-besaran menyasar angkatan udara dan aset pertahanan udara negara itu.
Baca Juga: Diplomat Senior Rusia di PBB: Kami Punya Hak Gunakan Senjata Nuklir bila NATO Provokasi
Otoritas Kiev menyatakan, sekitar 80 gedung telah hancur akibat serangan Rusia. Setengah dari 3 juta penduduk juga telah meninggalkan ibu kota.
Intelijen Barat menyebut bahwa pasukan Rusia terhambat oleh kurangnya pasokan. Di tengah perintah Putin untuk menyerang Ukraina, mereka harus berjuang mendapatkan makanan dan bahan bakar. Mereka juga harus mengatasi kekurangan peralatan cuaca dingin yang tepat.
Namun, kendati perekonomian Rusia terguncang pukulan sanksi Barat, Putin tak menunjukkan tanda-tanda akan mundur.
Meski mata uang rubel terpuruk dan harga-harga melonjak, jajak pendapat Rusia menunjukkan, Putin beroleh dukungan kuat dari rakyatnya.
Putin menuntut agar Ukraina mengadopsi status netral, batal bergabung NATO, setuju untuk melakukan demiliterisasi, mengakui kedaulatan Rusia atas Krimea, dan mengakui kemerdekaan republik pemberontak di kawasan Donbas.
Baca Juga: Putin Selalu Terancam Digulingkan Setiap Pekan, Kremlin Diyakini Tengah Kisruh
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada awal pekan ini menyatakan, Ukraina siap mendiskusikan status netral dan jaminan keamanan untuk menghalangi agresi lebih lanjut.
Namun, Zelensky menekankan bahwa status Krimea dan wilayah separatis baru bisa didiskusikan setelah tercapai gencatan senjata dan penarikan tentara Rusia dari Ukraina.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.