JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua Partai Demokrat Benny K Harman mengimbau kepada para elite politik di Indonesia tak lagi meributkan big data yang dimiliki Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan ihwal penundaan pemilu.
"Pertengkaran kita bukan soal big data melainkan soal pelanggaran konstitusi," tulis Benny dalam akun Twitter pribadinya @BennyHarmanID dan KOMPAS TV sudah diizinkan untuk mengutipnya, Rabu (16/3/2022).
Menurut dia, kini ada sejumlah oknum yang mencoba menabrakan big data dengan aturan yang tertulis dalam UUD 1945.
Baca Juga: Waketum PKB Minta Luhut Beberkan Big Data soal Penundaan Pemilu
"Ada upaya mereduksi masalahnya dari masalah pelanggaran konstitusi ke masalah big data," ujarnya.
Ia menegaskan, penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden itu merupakan sebuah pelanggaran berat konstitusi.
"Menambah masa jabatan presiden dengan cara menunda pemilu adalah pelanggaran berat konstitusi," katanya.
Sebagai informasi, Luhut mengklaim mayoritas publik ingin pemilu ditunda.
Klaim ini menurut Luhut diambil dari big data pemerintah terhadap 110 juta pengguna media sosial.
Luhut menyebut ada 110 juta warga memiliki aspirasi Pemilu 2024 ditunda.
Hal ini dikatakan luhut Jumat pekan lalu, dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun Youtube.
Pakar media sosial, Ismail Fahmi meragukan klaim Luhut.
Sementara hasil survei Litbang KOMPAS terbaru terkait persepsi publik terkait penundaan pemilu menyatakan, mayoritas publik tidak setuju pemilu ditunda.
Baca Juga: PDIP Pertanyakan Luhut Terkait Big Data Jadi Alasan Tunda Pemilu: Kapasitas Dia Apa?
62,3 persen setuju pemilu tetap digelar 14 Februari 2024, 25, 1 persen tidak mempermasalahkan pemilu ditunda atau tidak, 10,3 persen setuju pemilu ditunda 2-3 tahun lagi, dan 2,3 persen tidak tahu.
Litbang KOMPAS juga memotret bahwa mayoritas responden menilai alasan penundaan pemilu karena kepentingan politik.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.