JENEWA, KOMPAS.TV - Kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengaku telah menerima “laporan kredibel” bahwa pasukan Rusia menggunakan amunisi klaster dalam invasi ke Ukraina. Penggunaan senjata jenis ini dilarang hukum internasional sejak 2010.
Amunisi kluster, atau juga disebut bom curah, adalah senjata yang meluncurkan submunisi berjumlah besar ketika menyerang target. Sehingga, dampak serangannya bisa meluas tanpa pandang bulu ke luar area target.
Selain itu, submunisi seringkali tidak langsung meledak sehingga rentan mengenai pihak non-militer yang tidak menyadari keberadaan bom.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB bidang Politik dan Penegakan Perdamaian Rosemary DiCarlo menyebut amunisi klaster Rusia turut menyerang area permukiman di Ukraina.
Baca Juga: Tiga Serangan Udara Rusia Hantam Kota Dnipro Ukraina
DiCarlo menyebut Rusia menyerang area permukiman dan infrastruktur sipil di kota Mariupol, Kharkiv, Sumy, dan Chernihiv. “Kehancuran total yang sempat dikunjungi di kota-kota ini mengerikan,” kata DiCarlo dikutip Associated Press, Jumat (11/3/2022).
PBB sendiri mencatat 564 sipil terbunuh selama invasi Rusia per Kamis (11/3) lalu. Namun, jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih banyak.
DiCarlo menyebut kebanyakan korban sipil terbunuh oleh senjata eksplosif dengan dampak luas seperti artileri, sistem peluncur roket multiple (MLRS), rudal, dan serangan udara.
“Serangan tanpa pandang bulu, termasuk menggunakan amunisi klaster, yang mana sifat dasarnya menyerang tanpa membedakan target militer dan atau sipil tanpa pandang bulu, dilarang oleh hukum kemanusiaan internasional,” kata DiCarlo.
“Mengarahkan serangan ke warga sipil atau objek sipil, juga bombardir area perkotaan dan desa-desa, juga dilarang oleh hukum internasinal dan mungkin tergolong sebagai kejahatan perang,” lanjutnya.
Penggunaan amunisi klaster oleh Rusia marak didokumentasikan oleh warga Ukraina yang berada di medan perang. Bellingcat telah mendokumentasikan beberapa jenis amunisi klaster yang digunakan Rusia, di antaranya adalah RBK-500, Smerch 9M55K, Uragan 9M27K, dan Iskander-M 9M723.
Pelarangan amunisi klaster diatur dalam Konvensi tentang Amunisi Klaster yang ditandatangani di Dublin, Irlandia pada 2008. Namun, Rusia dan Ukraina diketahui tidak ikut meratifikasi konvensi ini.
Dugaan penggunaan amunisi klaster dan kejahatan perang membuat DiCarlo menegaskan negosiasi mendesak dilakukan untuk menghentikan perang.
Baca Juga: Biden Sebut AS Siap Perang Dunia III Jika NATO Diserang, Tapi Enggan Ambil Risiko untuk Ukraina
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.