KOMPAS.TV - Wacana menunda Pemilu 2024 yang dilemparkan oleh 3 pimpinan partai politik sontak memantik kontroversi, menyusul isu perpanjangan jabatan Presiden 3 periode yang sebelumnya lebih dulu menuai kegaduhan.
Wacana penundaan pemilu dipertanyakan oleh Komisioner KPU, Arief Budiman, menurutnya persiapan untuk Pelu 2024 sudah jauh hari dilakukan dan tahapannya sudah akan berjalan mulai juni 2022.
Ketentuan penyelenggaraan pemilu mengacu pada Konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 E ayat 1 mengatur bahwa, "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali".
UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu juga mengatur hal serupa, Pasal 167 ayat 1 menyatakan, "Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali."
Jika merujuk Pasal 37 UUD 1945, usulan harus diajukan minimal oleh 237 anggota MPR atau sepertiga dari jumlah 575 anggota DPR ditambah 136 anggota DPD.
Jika disetujui, sidang MPR juga harus dihadiri minimal 474 anggota atau dua pertiga jumlah total anggota MPR, sedangkan untuk pasal-pasal yang diamendemen harus mendapatkan persetujuan minimal 50% ditambah satu suara atau sebanyak 357 suara.
Dari konstelasi partai pengusul di DPR, peta pendukung dan penolak wacana penundaan pemilu cukup jauh selisihnya, dengan kata lain peluang amendemen konsitusi terkait pemilu terbilang kecil.
3 partai yang mengusulkan menunda Pemilu 2024, yakni Golkar, PKB, dan PAN, hanya mengantongi 187 kursi di DPR.
Jumlah ini masih jauh dari syarat pengajuan usulan amendemen sekaligus berbanding terbalik dengan jumlah kursi partai politik yang menolak penundaan pemilu.
Partai politik penolak penundaan pemilu yakni PDIP, Gerindra, Nasdem, PPP, serta 2 partai di luar pemerintahan yakni Demokrat dan PKS, bersama-sama memiliki 388 kursi di DPR.
Baca Juga: Istana: Kami Tidak Ingin Presiden Jokowi dan Istana Dianggap Dalang Penundaan Pemilu 2024
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.