JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto mendesak pemerintah untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok jelang memasuki bulan Ramadhan yang diperkirakan bakal jatuh pada 2 April 2022 mendatang.
Ia menyebut, pemerintah lebih baik mengerjakan hal yang bermanfaat ketimbang mengeluarkan pendapat ihwal berencana menunda Pemilu 2024 mendatang.
"Pemerintah lebih baik fokus urus harga kebutuhan pokok yang terus naik. Selain minyak goreng, kedelai dan daging sapi yang telah naik terlebih dahulu, baru-baru ini Pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM dan LPG non-subsidi. Bahkan LPG non subsidi mengalami kenaikan dua kali, tanggal 25 Desember 2021 dan 28 Februari 2022, hanya berselang dua bulan " kata Mulyanto, Rabu (2/3/2022).
Baca Juga: ICW: Penundaan Pemilu Berpotensi Munculkan Kepemimpinan Otoritarian dan Cederai Amanat Reformasi
Anggota Komisi VII DPR RI ini mengimbau pemerintah dan elit politik untuk fokus dalam rangka mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat menjelang bulan Ramadhan 2022 ini.
"Pemerintah jangan memperkeruh suasana dengan mengangkat isu penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf serta rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN)."
"Tolong Pemerintah fokus pada hal-hal produktif dalam menyelesaiakan masalah-masalah konkret masyarakat di tengah pandemi Covid-19 yang belum tuntas dan kasus positif harian varian Omicron masih tinggi," ujarnya.
Menurut dia, para elit politik di lingkaran penguasa lebih baik untuk memikirkan persoalan yang substantif daripada menabrak konstitusi dengan berencana menunda pesta demokrasi lima tahunan.
Baca Juga: Mengenai Isu Penundaan Pemilu, Prabowo Subianto Nyatakan Hormati Konstitusi
"Terlalu mewah di tengah kondisi sulit masyarakat seperti sekarang ini, penguasa politik malah egois berpikir untuk memperpanjang kursi kekuasaannya," kata dia.
Ia meminta pemerintah mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang inovatif, yang tidak memicu inflasi dan membebani rakyat di saat pandemi Covid-19 yang belum usai.
"Ini adalah tugas penting dan strategis negara. Jangan malah sebaliknya mengembangkan diskursus yang kontraproduktif," katanya.
Ia menambahkan, defisit transaksi berjalan sektor migas, akibat melonjaknya harga migas dunia, sebenarnya dapat dikompensasi dengan penerimaan ekspor komoditas energi lainnya seperti batu bara, gas alam dan minyak kelapa sawit yang harganya juga melejit.
Baca Juga: Cak Imin Sebut Keputusan Tunda Pemilu 2024 di Tangan Jokowi
Melonjaknya harga energi dunia, kata dia, tidak otomatis harus diikuti dengan kebijakan kenaikan harga BBM, gas LPG dan listrik PLN.
"Itu bukan satu-satunya opsi kebijakan. Ini kan soal kantong kiri dan kantong kanan, yang dapat saling mengkompensasi. Ada berbagai opsi kebijakan, dan Pemerintah diminta untuk mengambil pilihan kebijakan yang tidak memberatkan rakyat," kata Mulyanto.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.