JAKARTA, KOMPAS.TV - Di tengah naiknya sejumlah bahan pangan seperti tahu tempe dan minyak goreng, pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai 1 April 2022. Kebijakan itu sebagai bagian dari implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Tauhid menilai, penerapan kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, akan semakin menambah beban bagi konsumen.
Ia menjelaskan, naiknya PPN akan memicu inflasi yaitu naiknya harga-harga. Dan selama ini, kenaikan harga komoditas pangan menjadi penyebab utama inflasi.
Apalagi, bulan puasa tahun ini juga akan dimulai pada awal April.
Baca Juga: Diskon PPnBM Untuk Mobil LCGC Resmi Berlaku
"Kenaikan inflasi pangan ini akan menurunkan daya beli masyarakat. Sektor makanan dan minuman (mamin) yang terdampak kenaikan tarif PPN akan sangat dirasakan konsumen. Menurut saya menaikkan tarif PPN di tengah kondisi seperti saat ini kurang pas," kata Ahmad seperti dikutip dari Antara, Selasa (22/2/2022).
Dampak kenaikan PPN juga akan dirasain sektor usaha. Menurut Ahmad, angka pertambahan tarif PPN memang terkesan kecil, hanya satu persen. Namun jika diakumulasikan, nominalnya akan sangat besar, tergantung transaksi perusahaan.
Ahmad menyebut sektor usaha besi dan baja yang akan terkena dampak karena tarif PPN. Lantaran sektor pertambangan dan pengeboran yang langsung dari sumbernya menjadi salah satu sektor yang dikenakan kenaikan PPN.
"Kenaikan tarif PPN akan berakibat pada harga jual produk. Implikasinya peningkatan penjualan perusahaan juga tidak akan terjadi dengan cepat. Beban tarif PPN ini pada akhirnya konsumen yang harus membayarnya," ujar Ahmad.
Baca Juga: UU HPP Disahkan, PPN Naik 11 Persen dan Penghasilan Kena Pajak Jadi Rp50 Juta
Sementara untuk sektor properti dan otomotif, keduanya masih menikmati insentif PPN hingga akhir tahun ini. Sehingga harga properti dan kendaraan tidak akan terpengaruh kenaikan PPN tersebut.
Namun jika periode insentif PPN berakhir, keduanya akan terdampak juga.
"Kebijakan insentif harus memacu sektor usaha untuk memberikan nilai tambah yang lebih besar kepada ekonomi nasional. Seperti sektor properti dan otomotif yang berhasil menaikkan penjualan dan berpengaruh ke sektor usaha lainnya," kata Ahmad.
Di sisi lain, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menilai kenaikan PPN nanti tidak akan terlalu berdampak pada inflasi.
Baca Juga: PPN Naik 11 Persen, Yasonna Bandingkan Tarif PPN RI dengan Negara Lain
Febrio optimistis kenaikan tarif PPN 1 April nanti hanya akan berdampak terbatas terhadap inflasi.
"Dampak kenaikan tarif PPN akan cukup terbatas karena kenaikannya juga terbatas dari 10 persen menjadi 11 persen. Itu pun mulai 1 April. Jadi dalam konteks setahun dampaknya hanya berlaku selama tiga kuartal," kata Febrio beberapa waktu lalu.
Ia menyampaikan, tarif PPN dinaikkan untuk meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau tax ratio pada 2022. Febrio memperkirakan rasio pajak pada tahun ini bisa mencapai hingga 9,5 persen terhadap PDB.
Selain kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen mulai April 2022, UU HPP juga mengatur penambahan tax bracket PPh 35 persen bagi wajib pajak berpendapatan di atas Rp5 miliar setiap tahun. Selain itu juga terdapat program pengungkapan sukarela (PPS) hingga Juni 2022 (tax amnesty) dan penerapan pajak karbon.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.