JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) ke-20, Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna, mengapresiasi kebijakan Indonesia memborong pesawat tempur Rafale buatan Prancis.
Agus bilang, mudah-mudahan keputusan tersebut sesuai dengan rencana strategis yang ada.
"Ya, karena rencana strategis itu per 5 tahun sudah ada tersusun, ya, mudah-mudahan sesuai dengan strategi," ungkap Agus dalam program Kompas Petang, Sabtu (12/2/2022).
Soal performa, Agus enggan berkomentar karena ia mengaku belum pernah menerbang pesawat Rafale dari negeri Menara Eiffel itu.
"Kalau masalah performa, saya belum pernah terbang di Rafale. Kemampuan pesawat itu buatan Prancis yang ini belum tahu sama sekali," tambahnya.
Meski begitu, bagi Agus sebagai mantan KSAU, dalam belanja pesawat tempur harus betul-betul memperhatikan performa pesawat. Juga perlu diperhatikan bagaimana adaptasi ground crew dalam menangani peswat baru.
Bukan hanya soal belanja pesawat dalam jumlah banyak. Tapi juga perlu dipertimbangkan terkait pengoperasian dan pemeliharaannya.
Baca Juga: Indonesia Perkuat Alutsista dengan Jet Tempur Rafale Buatan Prancis, Apa Istimewanya?
Baginya, ketika ada pesawat baru, itu berarti semuanya harus mulai dari nol. Sebab, para penerbang dan teknisi sudah terbiasa dengan pesawat-pesawat tempur yang ada sebelumnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, selain memperbanyak pesawat, para teknisi dan penerbang-penerbang juga mesti betul-betul diajari hingga menjadi instruktur. Supaya mereka bisa menurunkan ilmu itu kepada generasinya.
"Jadi, per tim itu harus benar-benar sampai ahli. Karena ini, kan, pesawat baru," imbuh dia.
Sejalan dengan itu, Agus Supriatna menyarankan agar teknisi dari perwakilan pabrikan Rafale ini menetap minimum dua tahun di Indonesia sebagai supervisi.
"Itu harus. Sehingga bagaimana nanti sistem pemeliharaannya. Bagaiman nanti menangani apabila trouble-shooting dan hal-hal lain," ungkap Agus.
"Tidak bisa kita beli terus dibawa ke sini [Indonesia - red] lalu kita belajar seperti biasa," ungkap Agus sedikit menekankan.
Selain soal sistem operasional, Agus juga menyinggung pemeliharaan pesawat yang jumlah mencapai 42 unit itu.
"Sebetulnya, yang sulit itu kalau tipenya terlalu banyak, ya, itu nanti sistem pemeliharaannya tidak mudah," tambahnya.
Tak hanya pesawatnya, segala sesuatunya harus dipikirkan, kata Agus. Termasuk sarana prasarana.
"Pesawat tempur itu pasti membutuhkan hangar-shelter," imbuhnya.
Baca Juga: Setelah Pengadaan Pesawat Tempur Rafale, Ini Sejumlah PR Alutsista Indonesia
Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV, Indonesia memutuskan membeli hingga 42 jet tempur Rafale buatan Prancis. Persetujuan pembelian itu mengemuka setelah Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto bertemu dengan Menhan Prancis Florence Parly, Kamis (10/2/2022), di Jakarta.
”Kita akan mengakuisisi 42 pesawat Rafale. Mulai hari ini kontrak pertama untuk enam pesawat, yang akan disusul dalam waktu dekat untuk 36 pesawat dengan dukungan latihan persenjataan dan simulator yang dibutuhkan,” ujar Prabowo, seperti dikutip dari Kompas.id.
Sumber : Kompas TV/Kompas.com/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.