JAKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono, mengakui bahwa kebutuhan pesawat tempur Indonesia sudah sangat urgen jika melihat jumlah pesawat tempur yang ada saat ini dan ancaman keamanan.
“Kalau soal kebutuhan pesawat, memang sudah sangat urgent, melihat jumlah pesawat tempur yang kita miliki, yang operasional, dan juga ancaman keamanan di beberapa titik. Juga ada perjanjian baru dengan Singapura," kata Dave dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan Kompas TV, Sabtu (12/2/2022).
Dave menyebut, Indonesia membutuhkan kedigdayaan dirgantara yang kuat di wilayah udara. Sehingga perbaikan kondisi pesawat tempur Indonesia memang sudah lama dinantikan.
Baca Juga: Setara dengan Empat Pesawat Tempur Canggih, Ini Keuntungan Indonesia Beli Dassault Rafale
Hanya saja, kata Dave, ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan tentang pembelian pesawat tempur Rafale buatan Prancis oleh Kementerian Pertahanan, salah satunya mengenai kemampuan ekonomi Indonesia dalam pengadaannya.
“Memang baru membaca di media massa ya, karena di DPR belum dibahas karena memang belum ada kesempatan lagi.”
“Beberapa waktu lalu, sekitar bulan Desember, Pak Prabowo (Menteri Pertahanan Prabowo Subianto) sempat memaparkan rencana pembelian sejumlah alat tempur,” ucap Dave.
Waktu itu, kata dia, pembahasan masih secara umum untuk tiga matra, tidak spesifik untuk pesawat tempur.
Hal lain yang menjadi sorotan Dave adalah pengoperasian pesawat tempur tersebut. Pasalnya, Rafale memiliki jenis yang berbeda dengan pesawat tempur yang saat ini dimiliki Indonesia.
“Sehingga berarti segala sesuatu hal itu, maintenance-nya, pilotnya, trainingnya, berarti kan semua harus pengadaan baru.”
“Jangan sampai kita beli pesawat tempur yang mahal dan canggih, tapi penggunaannya minim. Kalau kita lihat, Tank Leopard, yang kita miliki, itu tidak terlalu dioptimalkan di dalam operasi-operasi kondisi di Indonesia, seperti di Papua dll,” urainya.
Oleh sebab itu, Dave berharap agar pemerintah memperhitungkan masak-masak saat akan membeli, termasuk terkait rencana jangka panjang.
“Sehingga jangan sampai peralatan yang harganya miliaran dolar ini akhirnya tidak berguna secara optimal.”
Dave juga menyarankan agar dibuat perjanjian jangka panjang terkait pengawasan pembelian alutsista ini. Sehingga, siapa pun yang memimpin pemerintahan berikutnya, harus meneruskan perjanjian kerja sama berupa pengadaan alat pertahanan ini.
“Kalau misalnya nanti tiba-tiba terjadi perubahan politik lagi, itu bisa mengganggu diplomasi kita dengan negara lain, juga bisa merendahkan martabat kita, dianggap sebagai negara yang tidak commit (berkomitmen) kepada perjanjiannya.”
Baca Juga: Pesawat Tempur Rafale Baru Tiba di Indonesia dalam 56 Bulan
“Jadi bisa dikunci dalam bentuk undang-undang atau dalam perjanjian lainnya. Yang harus dipastikan adalah ini harus berkesinambungan dan jangan sampai putus di tengah jalan,” ungkapnya.
Dave menambahkan, pihaknya akan mengawasi hal ini dan memastikan persiapan pilot dan infrastruktur pendukungnya dilakukan secara berkepanjangan.
“Kunci yang paling gampang dalam bentuk undang-undang, sehingga siapa pun pemerintah yang berikutnya, harus patuh pada undang-undang tersebut,” tegasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.