YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Media massa saat ini menghadapi tantangan yang tidak mudah di tengah rezim algoritma media sosial. Pakar komunikasi UGM Nyarwi Ahmad merespons dinamika media massa mainstream di tengah arus informasi yang sangat deras di media sosial.
Ia tidak menampik banyak perusahaan media massa cetak di tanah air terpaksa mengurangi jumlah oplah bahkan ada yang memilih beralih ke portal media online. Namun, persoalan berlum selesai.
Sebab, pendapatan dari iklan untuk media cetak dan online pun terus merosot. Pangsa pasar periklanan internet secara global saat ini dikuasai oleh dua perusahaan besar yakni Google dan Facebook.
Menurut Nyarwi, pemimpin media massa atau pers di Indonesia harus lebih adaptif, kreatif, dan inovatif, sehingga bisa menjadi media mainstream di masa depan di tengah maraknya industri home casting atau siaran dari rumah serta siaran berskala kecil.
Baca Juga: Peringatan Hari Pers Nasional, Puan Maharani Harap Media Massa Tangkal Berita Hoaks
“Perlu ada inovasi yang dilakukan organisasi media, setidaknya ada dua inovasi,” ujarnya, dalam siaran pers, Kamis (10/2/2022).
Pertama, inovasi dalam memformulasikan dan memproduksi konten-konten yang tidak hanya menarik, namun juga berkualitas. Kedua, inovasi dalam publikasi atau penyebaran konten melalui beragam platform komunikasi baru yang digunakan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.
“Inovasi yang kedua ini dapat dilakukan antara lain melalui beragam model kolaborasi dengan beragam jenis platform komunikasi baru.
“Sehingga konten-konten yang dihasilkannya dan dipublikasikannya secara luas, tidak hanya dapat digunakan untuk memperoleh pendapatan sumber-sumber iklan semata, namun juga bisa mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan masyarakat,” ucapnya.
Ia menilai, tingkat keberhasilan dan kegagalan organisasi-organisasi media massa dalam merespons tantangan akan menentukan sejauh mana mereka bisa mampu bertahan sebagai media arus utama di masa depan.
Baca Juga: Hasil Riset Konde Soal LGBT: Media Massa Diharap Punya Kebijakan Seturut Hak Asasi Manusia
Tidak hanya itu, pemimpin organisasi media massa dan jurnalis harus mengembangkan semangat kolektif untuk mengawal posisi dan peran media massa sebagai pilar keempat demokrasi. Semangat kolektif ini diperlukan agar masing-masing organisasi media memiliki ketangguhan dalam mengawal beragam suara, agenda dan kepentingan publik secara lebih maksimal.
“Semangat kolektif ini juga berperan mencegah publik tidak mudah terjebak dalam beragam jenis disinformasi dan terhindar dari spiral penyebaran wabah hoaks yang digerakkan oleh rezim algoritma media sosial tersebut,” tutur pakar komunikasi UGM ini.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.