KABUL, KOMPAS.TV - Sistem kesehatan di Afghanistan yang terbilang sudah runtuh akibat konflik, kini dihantam pula oleh lonjakan Covid-19 varian Omicron.
Bagaimana tidak, dari 33 rumah sakit (RS) yang ada di sana, hanya 5 (lima) rumah sakit saja yang masih melakukan perawatan pasien Covid-19.
Sisanya terpaksa ditutup sejak beberapa bulan terakhir lantaran kekurangan dokter, obat-obatan, dan pemanas ruangan saat musim dingin ini.
Di RS yang merawat pasien Covid-19 di wilayah Kabul itu diceritakan bahwa staf hanya bisa menghidupkan pemanas ruangan pada malam hari karena kekurangan bahan bakar.
Padahal suhu musim dingin turun di bawah titik beku pada siang hari.
Oleh karena itu, pasien pun harus dibungkus selimut berlapis-lapis untuk menghangatkan suhu tubuhnya saat berjuang melawan Covid-19.
Seperti dilansir Associated Press, Rabu (9/2/2022), petaka itu terjadi ketika negara yang hancur secara ekonomi itu dilanda peningkatan tajam jumlah kasus virus corona.
Direktur RS itu, Dr. Mohammed Gul Liwal mengatakan, mereka membutuhkan berbagai hal, mulai dari oksigen hingga obat-obatan.
Meskipun fasilitas di RS Penyakit Menular Jepang-Afghanistan itu memiliki 100 tempat tidur, tetapi bangsal Covid-19 selalu penuh oleh jumlah pasien.
Setiap hari rumah sakit ini menerima satu atau dua pasien yang terinfeksi virus corona.
"Dalam dua pekan terakhir, RS kedatangan 10 hingga 12 pasien baru setiap hari yang harus menjalani rawat inap," kata Mohammed Gul Liwal.
“Situasinya semakin memburuk dari hari ke hari,” tutur Liwal, menegaskan saat berbicara di dalam ruang konferensi yang dingin.
Sejak Taliban mengambil alih negara itu, enam bulan lalu, karyawan rumah sakit hanya menerima gaji satu bulan, pada bulan Desember.
Baca Juga: AS Buru Pemimpin ISIS Afghanistan, Kepalanya Dihargai Imbalan Rp143 Miliar
Sistem perawatan kesehatan Afghanistan yang bertahan selama hampir dua dekade itu dengan dukungan hampir seluruhnya dari dana donor internasional kini hancur lantak sejak Taliban kembali berkuasa.
Bahkan, ekonomi Afghanistan jatuh setelah hampir $10 miliar dollar AS aset di luar negeri dibekukan dan bantuan keuangan kepada pemerintah sebagian besar dihentikan.
Runtuhnya sistem kesehatan hanya memperburuk krisis kemanusiaan di negara itu.
Sekitar 90 persen populasi jatuh di bawah tingkat kemiskinan.
Tidak sedikit keluarga-keluarga yang tidak mampu membeli makanan, satu juta anak terancam kelaparan.
"Varian Omicron memukul Afghanistan dengan keras," kata Liwal.
Namun demikian, lanjut Liwal, itu hanya dugaan karena negara masih menunggu peralatan yang menguji khusus untuk varian tersebut.
"Mereka seharusnya tiba sebelum akhir bulan lalu," kata Juru bicara Kementerian Kesehatan Masyarakat, Dr. Javid Hazhir.
Pihak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, Afghanistan akan mendapatkan peralatan uji Covid-19 yang mampu mendeteksi varian Omicron pada akhir Februari.
Menurut WHO, antara 30 Januari dan 5 Februari, laboratorium publik di Afghanistan menguji 8.496 sampel yang hampir setengahnya positif Covid-19 atau sekitar 47,5 persen.
Hingga hari Selasa, WHO mencatat 7.442 kematian dan hampir 167.000 infeksi sejak dimulainya pandemi selama dua tahun ini.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.