SEMARANG, KOMPAS.TV - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo menyatakan pihaknya sudah menunda pengukuran lahan untuk tambang querry batuan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jateng, sejak bulan lalu.
Ganjar menjelaskan, rencana pengukuran lahan tambang di bulan lalu akhirnya tidak dilaksanakan lantaran masyarakat yang tidak siap.
Namun rencananya pengukuran baru akan dilakukan bulan ini karena, menurut Ganjar, dirinya harus menyelesaikan proyek ini.
"Saya harus menyelesaikan project ini. Sebagai pemerintah yang ditugaskan di daerah kan. Nah, makanya kita melakukan pengukuran (lahan)," kata Ganjar Pranowo saat dihubungi KOMPAS.TV, Selasa (8/2/2022).
Lebih lanjut, Ganjar menjelaskan saat masyarakat tidak siap dengan rencana pembangunan tambang querry, pihaknya telah meminta bantuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk bisa menjadi mediator dalam dialog antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan warga.
Komnas HAM jadi mediator
Pada Kamis, 20 Januari 2022 lalu, Ganjar menyebut Pemprov Jateng menggelar dialog bersama warga dengan dimediasi oleh Komnas HAM. Adapun warga yang datang merupakan warga yang mendukung tambang.
Dalam dialog tersebut, pihak dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO) juga diketahui turut hadir.
"Jadi sebenarnya, kami akan melakukan pengukuran sejak bulan lalu. Namun bulan lalu itu belum jadi kita ukur, karena masyarakat tidak siap. Setelah itu, kami mengundang Komnas HAM untuk memfasilitasi agar kita bisa melakukan pengukuran. Karena ada masyarakat yang sudah siap diukur. Meskipun tentu masih ada masyarakat yang menolak," jelasnya.
Baca Juga: Kronologi Ratusan Petugas Gabungan Datangi Desa Wadas Purworejo yang Berujung Penangkapan Warga
Lantaran warga yang menolak tidak hadir, Ganjar menyatakan hal-hal yang dibicarakan dan disosialisasikan dalam pertemuan itu tidak bisa disepakati. Komnas HAM kemudian datang langsung ke Desa Wadas untuk berdialog pada hari yang sama.
"Maka karena tidak bisa disepakati, maka Komnas HAM datanglah ke lokasi (Desa Wadas), kemudian mereka berbicara," tuturnya.
Mantan Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) ini juga menyatakan bahwa jika dirinya sendiri yang memimpin dialog pasti masyarakat tidak setuju. Oleh karena itu, pihaknya melibatkan Komnas HAM.
"Soalnya kalau saya yang memimpin sendiri, pasti tidak setuju kan. Kalau Komnas HAM kan, lembaga yang kita percaya. Dan itu pun, tidak bisa menghadirkan mereka yang kontra. Meskipun awalnya sudah setuju," tutur Ganjar.
Dampak kerusakan lingkungan
Terkait dampak kerusakan lingkungan, Ganjar berharap pihaknya bisa masuk ke Desa Wadas untuk menjelaskan. Menurutnya, jika memang ada kerusakan dari penambangan itu bisa diukur.
"Kira-kira yang rusak sebelah mana. Dulu ada alasan, sumber mata airnya hilang. Nah kita sebenarnya bisa hitung, bisa tunjukkan kok, dengan satelit dan tim teknis yang bisa masuk untuk mengukur," kata Ganjar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.