WASHINGTON, KOMPAS.TV - Dihadapkan dengan tuduhan "alarmisme" atas kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina, Washington bersikap defensif atas kredibilitas peringatannya, bahkan ketika mereka menyimpan informasi tertentu, seperti dilansir Straits Times, Selasa, (8/2/2022).
"Ini bukan alarmisme. Ini hanya fakta," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Senin (7/2/2022) dalam konferensi pers. Menurut kamus Merriam-Webster, alarmisme adalah ketakutan atau peringatan bahaya yang sering kali tidak beralasan.
Washington pada musim gugur mulai membunyikan alarm atas penumpukan besar-besaran pasukan Rusia di perbatasannya dengan Ukraina, menuduh Presiden Valdimir Putin merencanakan serangan besar-besaran atas Ukraina.
Dalam beberapa hari terakhir, pemerintahan Presiden Joe Biden meningkatkan peringatan, dengan membocorkan apa yang dianggap intelijen Amerika Serikat sebagai situasi terkini di perbatasan Rusia - Ukraina.
Rusia, menurut intelijen Amerika Serikat, sudah menggelar 110.000 tentara di perbatasan Ukraina, hampir 70 persen dari 150.000 tentara yang dibutuhkan untuk invasi skala penuh, yang dapat diluncurkan pada pertengahan Februari, menurut intelijen.
Tetapi negara-negara kunci di kawasan justru berusaha untuk mengurangi ketegangan atas informasi yang menakutkan tersebut.
"Jangan percaya prediksi apokaliptik (kiamat)," cuit Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, Minggu (6/2/2022).
Dalam konsesi kecil, Gedung Putih pekan lalu kembali pada kualifikasi invasi potensial sebagai "dekat" dan bukan "segera". Ini tidak lama setelah otoritas Eropa telah menyatakan kejengkelan pada retorika Amerika Serikat tentang krisis tersebut.
"Kami tahu betul apa tingkat ancaman dan cara kami harus bereaksi, dan tidak diragukan lagi kami harus menghindari reaksi yang mengkhawatirkan," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pada akhir Januari.
Namun, pada hari Senin, berdampingan dengan Blinken di Washington, Borrell lebih selangkah dengan Amerika.
"Kami hidup, menurut pemahaman saya, pada saat paling berbahaya bagi keamanan di Eropa setelah berakhirnya Perang Dingin," kata Borrell.
"140.000 tentara berkumpul di perbatasan, bukan untuk pergi minum teh," kata Josep Borrell.
Baca Juga: Ukraina Tak Percaya Rusia Akan Segera Menyerang, Padahal AS Sudah Berikan Peringatan
Bagi profesor hubungan internasional Nina Khrushcheva di New York's New School, Washington dalam bahaya. Ini diistilahkan oleh Khrusceva dengan perumpamaan 'serigala menangis', yang artinya adalah meneriakkan sesuatu atau menyebarkan kekhawatiran tanpa fakta yang kuat.
"Masalah dengan kredibilitas Amerika Serikat adalah mereka sudah tiga bulan berbicara tentang invasi yang akan segera terjadi," katanya seperti dikutip Straits Times.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.