JAWA BARAT, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo mengungkapkan Indonesia "disemprot" oleh negara-negara lain lantaran adanya kebijakan menghentikan ekspor bahan mentah bauksit.
Cerita itu disampaikan Presiden Jokowi dalam pengarahan pada Dies Natalis ke-67 Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Jawa Barat, Senin (17/1/2022).
“Awal-awal memang, kita disemprot oleh negara-negara lain,” kata Presiden Jokowi.
Namun bagi Presiden Jokowi, respons sejumlah negara atas kebijakan Indonesia yang akan menghentikan ekspor bahan mentah bauksit bukanlah masalah besar.
“Nggak apa-apa kalau hanya disemprot, kita diam,” ujarnya.
Bahkan, Presiden Jokowi mengaku tidak masalah jika kebijakan menghentikan ekspor bahan baku bauksit dibawa ke WTO (World Trade Organization).
Baca Juga: Jokowi: Pandemi Covid-19 Tidak Boleh Hentikan Transformasi Besar yang Sedang Indonesia Lakukan
“Dibawa ke WTO, nggak apa-apa kita dibawa ke WTO, kita punya argumentasi juga,” ucapnya.
“Kalau kita ingin membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya untuk rakyat kita,” tambahnya.
Saat ini, Presiden Jokowi mengungkapkan persoalan Indonesia menghentikan ekspor bahan mentah bauksit masih dalam proses di WTO.
“Enggak tahu menang atau kalah, ini masih dalam proses di WTO. Ya kita harapkan menang,” ucapnya.
“Tapi yang jelas nggak akan kita hentikan meskipun dibawa ke WTO, stop bauksit tetap akan jalan, stop tembaga tetap akan jalan. Inilah yang namanya nilai tambah,: ujarnya menegaskan.
Oleh karena itu, Jokowi berharap masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan teknologi yang terbaru.
“Kalau kita belum punya ya enggak apa-apa, partneran sama negara lain kok, tetapi Industrinya ada di sini, pabriknya ada di sini,” kata Jokowi.
Baca Juga: Jokowi Bangga Atasi Covid-19: Indonesia Punya Gotong Royong dan Pancasila, Negara Besar Tidak
“Karena sekali lagi, sekarang bukan lagi eranya lagi menjual bahan mentah, kita harus melakukan hilirisasi industry, harus melakukan memaksimalkan nilai tambah kekayaan alam yang kita miliki,” tambah Jokowi.
Bayangkan, sambung Presiden, jika nikel yang jadi besi baja bisa membuat pendapatan negara melompat dari Rp15 Triliun menjadi Rp300 Triliun, bagaimana dengan nilai tambah turunannya selanjutnya.
“Nikel yang jadi besi baja saja bisa melompat menjadi Rp300 Triliun, itu enggak tahu mungkin baru satu atau dua turunan, nanti kalau turunannya sampai ke-10, ke-11, ke-12 nilai tambahnya berapa,” katanya.
“Bauksit juga begitu, saya kalkulasi juga nilai tambahnya sama akan dapat berapa penerimaan negara dari ekspor-ekspor yang kita lakukan,” tambahnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.