JAKARTA, KOMPAS.TV- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta seluruh gubernur di Indonesia mengubah surat keputusan tentang Upah Minimum Kabupaten/ Provinsi.
Demikian Presiden KSPI periode 2022-2027 Said Iqbal dalam keterangannya di Hotel Gran Cempaka, Jakarta Pusat, Kamis (13/1/2022)
“Mendorong, mendesak para gubernur di seluruh Indonesia mengikuti jejak keputusan Gubernur DKI, Gubernur Anies, yang menjadikan dua hal dalam pengambil keputusan tersebut,” ujar Said Iqbal.
Pertama, sambung Said, landasan hukum yakni keputusan Mahkamah Konstitusi amar putusan nomor 7.
“Walaupun masih dinyatakan berlaku di amar putusan no 4 Undang-Undang Cipta Kerja tapi nomor 7 menyatakan menangguhkan menyatakan menganggukan kebijakan/ tindakan yang strategis dan berdampak luas pasal 4 ayat 2 PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang menyatakan pengupahan menyatakan kenaikan upah minimum adalah keputusan strategis,” kata Said.
Baca Juga: KSPI soal Dukungan Pasangan Pilpres 2024: Bentuknya Bukan Kontrak Politik, Tetapi Konvensi
“Dengan demikian Gubernur Anies yang benar menafsirkan tentang landasan hukum maka dia revisi di samping rasa keadilan. Hal lainnya juga pertimbangan Gubernur Anies selain landasan hukum adalah landasan ekonomi,” ujarnya.
Bappenas, kata Said, telah mengumumkan setiap lima persen kenaikan upah minimum secara nasional maka akan terjadi pertumbuhan daya beli Rp180 triliun.
“Itu artinya apa, pengusaha yang menikmati, kalau daya beli naik, buruh belanja, kalau buruh belanja, barang laku, barang diproduksi, barang diproduksi siapa profit, pengusaha,” ujarnya.
“Bahkan kata Pak Soeharso Monoarfa telah datang kepada dia, beliau, seorang pengusaha besar yang menyatakan menolak kenaikan upah 1% itu rata-rata karena daya beli akan turun,” ujarnya.
Baca Juga: KSPI: Besok, 50 Ribu Buruh Kumpul di DPR Tolak Total Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja
Apalagi, kata dia, jika mengacu pada ekonomi Indonesia 2021 buruk tetapi UMPnya masih naik 3,4 persen. Sementara 2022, di mana kondisi ekonomi lebih baik ketimbang 2021 justru kenaikannya hanya 1,09 persen.
“Orang Jepang itu nggak punya matematikanya hanya orang Indonesia yang punya matematika aneh, anomali katanya,” kata Said Iqbal.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.