JAKARTA, KOMPAS.TV – Surat Presiden (Supres) tentang revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sejak 16 Desember 2021.
Penjelasan itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Kemanan (Menkopolhukam), Prof Mahfud MD, dalam acara Aiman di Kompas TV, yang diunggah di saluran YouTube Kompas TV, Selasa (11/1/2022).
“Tanggal 16 Desember Presiden sudah mengirim surat ke DPR, menyampaikan Supres, surat presiden tentang revisi UU ITE,” jelasnya.
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Ada Menteri Minta Setoran dari Dirjen hingga Rp40 Miliar
Menurut Mahfud, hal itu termasuk cepat dalam proses revisi sebuah undang-undang, karena pihaknya harus berdiskusi dengan sejumlah pihak juga.
“Artinya, sudah termasuk cepat dalam sebuah undang-undang, karena kita harus berdiskusi dengan publik juga,” tegasnya.
“Itu mulai Februari sampai Juni itu, tim kami berdiskusi dengan kelompok-kelompok, Dewan Pers, jurnalis, yang pernah menjadi korban Undang-Undang ITE, dengan perguruan tinggi.”
Saat ini, tegas Mahfud, sudah diajukan ke DPR. Namun, sebelum DPR mengesahkan itu, pemerintah sudah memiliki surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri tentang hal itu.
“Kita sudah punya SKB tiga menteri, yang isinya sama. Sehingga nanti kalau undang-undang ini sudah keluar, ya lebih kuat karena undang-undang,” tuturnya.
Saat Aiman Witjaksono, pembawa acara Aiman, menanyakan hal apa saja yang nantinya berubah dari UU ITE tersebut, Mahfud memberi contoh tentang kasus fitnah.
“Misalnya ya, Anda menfitnah, itu kan hubungannya ringan. Tetapi kalau menggunakan ITE kan hukumannya menjadi enam tahun. Nah, lalu dijelaskan di situ bahwa kalau fitnah yang sifatnya perorangan, meskipun itu menggunakan ITE, ancamannya tetap menggunakan KUHP, itu satu,” urainya.
Yang kedua, lanjut Mahfud, upaya restoratif justice tetap diupayakan, dan kriterianya pun menjadi jelas.
“Kalau dulu kan ada laporan, kalau yang lapor temannya Mas Aiman, diproses, kalau yang lapor teman saya tidak diproses. Nah, sekarang sudah dijelaskan, tidak boleh ada begitu, itu pasal karet namanya.”
Baca Juga: Mahfud Md Ikuti Penyelamatan Sandera | Aiman (1)
Menurut Mahfud, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak menyukai yang semacam itu. Sebab seakan-akan dialah yang menyuruh.
“Pak Jokowi nggak suka seperti itu, seakan-akan ini saya yang nyuruh. Padahal kalau memang salah ya diproses, kalau nggak ya nggak usah.”
“Lalu perintahnya, dipelajari undang-undanganya, substansinya. Kalau keliru direvisi. Nah, revisi itu ketemu, dan sekarang sudah diserahkan ke DPR,” Mahfud mengulang penjelasannya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.