LONDON, KOMPAS.TV - Krisis energi akibat naiknya harga gas masih melanda sejumlah negara. Salah satunya adalah Inggris. Bos perusahaan gas British Gas Centrica, Chris O'Shea bahkan memprediksi harga gas masih akan naik 50 persen dalam satu tahun.
O'Shea menyebut kenaikan harga gas bisa mengancam kehidupan jutaan orang.
"Tidak ada alasan dan harapan harga gas bisa turun dalam waktu dekat," kata O'Shea seperti dikutip dari BBC, Rabu (12/1/2022).
Menurutnya, harga gas bisa naik ke level 2.000 poundsterling atau setara Rp39 juta (kurs Rp 19.500). O'Shea memperkirakan, kenaikan harga bisa terjadi selama dua tahun ke depan.
Baca Juga: Pfizer dan Moderna Kembangkan Vaksin Khusus Omicron, Siap Dijual Tengah Tahun
"Pasar menunjukkan harga gas yang tinggi akan berada di sini selama 18 bulan hingga dua tahun ke depan," ujarnya.
Ia pun menyatakan sejumlah langkah yang bisa dilakukan pemerintah negara-negara untuk membantu masyarakat, saat harga gas meroket.
Pertama, berikan diskon pajak energi sebesar 5 persen untuk sementara atau permanen. Kedua, jangan menggunakan utang untuk mendanai transisi energi hijau. Tapi lebih baik gunakan pungutan perpajakan umum.
Ketiga, berikan dukungan kepada perusahaan energi melalui pinjaman, yang dapat dipinjam oleh perusahaan ketika harga gas tinggi dan membayar kembali setelah jatuh.
Baca Juga: Belum Vaksin dan Kena Covid, Pegawai IKEA Gajinya Dipotong Jutaan Rupiah
"Tiga hal itu bersama-sama, bisa diberlakukan dengan sangat cepat, tanpa penyesalan. Dan itu akan mengatasi setengah dari kenaikan harga. Dan kemudian Anda bisa mendapatkan bantuan lebih lanjut yang ditargetkan untuk rumah tangga yang paling membutuhkan," kata O'Shea.
Bukan hanya harga gas yang masih tinggi, harga minyak juga sedang naik. Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), dengan Brent mencapai hampir 84 dolar AS per barel.
Kemudian harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Februari terangkat 2,99 dolar AS atau 3,8 persen, menjadi ditutup di 81,22 dolar AS per barel.
Baca Juga: Pemerintah Malaysia Subsidi Minyak Goreng, Harganya Cuma Rp8.500/Kg
Naiknya harga minyak disebabkan terbatasnya jumlah pasokan dan ekspektasi meningkatnya permintaan minyak global. Meskipun kasus Covid-19 kembali melonjak akibat varian Omicron.
Di sisi permintaan, Ketua Federal Reserve (Fed) Jerome Powell mengatakan pada Selasa (11/1/2022) bahwa ia memperkirakan dampak ekonomi Omicron akan berumur pendek, menambahkan bahwa kuartal berikutnya bisa sangat positif bagi perekonomian setelah lonjakan yang didorong oleh varian itu mereda.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.