VATIKAN, KOMPAS.TV - Paus Fransiskus mengecam fenomena kultur pengenyahan atau cancel culture yang merebak belakangan ini. Menurut Sri Paus, cancel culture itu perwujudan “penjajahan ideologis”.
Hal tersebut disampaikan Paus Fransiskus saat bertemu para diplomat dalam agenda tahunan di Vatikan, Senin (10/1/2022).
Pertemuan ini adalah tempat Sri Paus mencanangkan target-target tahunan dari kebijakan luar negeri Vatikan.
Walaupun terletak di dalam Italia, Vatikan berstatus negara berdaulat yang punya politik luar negeri sendiri dan berhak mengirim atau menerima diplomat.
Paus Fransiskus pun memanfaatkan agenda diplomatik ini untuk menyuarakan pesannya tentang cancel culture.
Baca Juga: Kecewa Jadi Korban Cancel Culture, Johnny Depp: Mereka Pikir Itu Normal, Padahal Tidak
Menurut Sri Paus, orang menganut cancel culture karena ingin “membela keragaman”, tetapi justru membungkam “kebebasan” dan mengenyahkan “rasa identitas”.
Berikut peringatan Sri Paus mengenai cancel culture sebagaimana dikutip Associated Press.
“Sebagaimana saya nyatakan di kesempatan lain, saya mempertimbangkan ini sebagai bentuk penjajahan ideologis, sesuatu yang tidak meninggalkan ruang bagi kebebasan berekspresi dan yang sekarang mengambil bentuk berupa cancel culture sedang menjangkiti banyak lingkaran dan institusi publik.”
“Dengan dalih membela keragaman, itu berujung mengenyahkan segala rasa identitas dan pemahaman berimbang tentang sensibilitas yang bermacam.”
“Suatu jenis pemikiran sempit itu sedang terbentuk, sesuatu yang membatasi, mengingkari sejarah atau, lebih buruk, menulis-ulangnya dengan ketentuan-ketentuan standar masa kini.”
“Setiap situasi historis mesti diinterpretasikan sesuai dengan hermeneutika (interpretasi makna) pada waktu tertentu, bukan hermeneutika hari ini,” pungkas Sri Paus.
Istilah cancel culture sendiri umum merujuk kampanye pengenyahan, penghentian dukungan, atau pemboikotan entitas tertentu yang dianggap problematis menurut standar masa kini.
Boikot massal ini pernah menyerang berbagai tokoh publik, merentang dari terduga pelaku pelecehan seksual hingga orang yang dianggap rasis.
Di satu sisi, cancel culture dianggap sebagai upaya mendesakkan pertanggungjawaban kepada entitas yang memiliki kekuasaan.
Namun, di sisi lain, fenomena tersebut dianggap justru merusak kualitas perdebatan publik.
Baca Juga: Paus Fransiskus Kecam Disinformasi tentang Vaksin Covid-19 di Masyarakat
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.