JAKARTA, KOMPAS.TV- PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) menyiapkan peletakan batu pertama tanda dimulainya proyek hilirisasi gasifikasi batu bara menjadi dimithyl eter (DME) pada 26 Januari 2022 di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Dibangunnya pabrik DME sebagai langkah awal pemerintah mengganti LPG dengan DME. Direktur Utama PT Bukit Asam Asral Ismail mengatakan proyek DME ini merupakan pilot project di Indonesia yang diharapkan pemerintah segera terealisasi dalam waktu dekat.
“Proyek ini tidak hanya diharapkan saja, tapi harus terealisasi,” kata Asral seperti dikutip Antara, Selasa (11/1/2022).
Asal menjelaskan, sejauh ini tiga pihak yang terlibat sedang dalam proses perampungan perjanjian kerja. Ketiganya yakni PTBA sebagai penyalur bahan baku batu bara, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Air Product sebagai penyedia teknologi gasifikasi, dan PT Pertamina sebagai offtaker (pembeli DME).
Baca Juga: Ini Sederet Keunggulan DME yang Akan Gantikan LPG
"Setidaknya dibutuhkan waktu hingga 30 bulan dari ground breaking untuk menuntaskan Proyek DME tersebut," ujar Asral.
Proyek hilirisasi ini juga telah disetujui Presiden Joko Widodo sebagai bagian dari proyek prioritas sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020.
Pemerintah terus mendorong hilirisasi dan percepatan peningkatan nilai tambah batu bara yang salah satunya melalui pemrosesan batubara menjadi DME ini untuk digunakan sebagai pengganti elpiji yang angka impornya terus membengkak setiap tahun.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), impor elpiji pada 2020 telah mencapai 77,63 persen dari total kebutuhan nasional sebanyak 8,81 juta ton. Tanpa upaya hilirisasi batu bara, rasio angka impor elpiji bisa naik menjadi 83,55 persen dari total kebutuhan 11,98 juta ton pada 2024.
Baca Juga: Elpiji Bakal Diganti ke DME Tahun 2035, Ketahui Apa Itu DME
Selain dari olahan batu bara kalori rendah, DME juga bisa dibuat dari coalbed methane (CBM), limbah, dan biomassa. Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM menyatakan, DME dan LPG mempunyai sejumlah perbedaan.
Kandungan panas LPG sebesar 12.076 kcal/kg, dengan emisi 930 kg Co2/tahun, memiliki nilai kalor 50,56 MJ/kg, dan efisiensi 53,75-59,13 persen.
Sedangkan kandungan panas DME sebesar 7.749 kcal/kg, mempunyai emisi DME 745 kg Co2/tahun, memiliki nilai kalor DME 30,5 MJ/kg, dan efisiensi 64,7-68,9 persen.
Adapun keunggulan DME dibanding LPG yaitu dapat diproduksi dari berbagai sumber energi, mudah terurai di udara sehingga tidak merusak lapisan ozon bumi, nyala api yang dihasilkan lebih biru dan stabil, tidak menghasilkan polutan particukate matter (PM) dan nitrogen oksida (NOx), tidak mengandung sulfur, dan pembakaran lebih cepat daripada LPG.
Baca Juga: Resmi, Harga LPG Nonsubsidi Bright Gas 5,5 Kg, 12 Kg, dan Elpiji 12 Kg Naik Ini Rinciannya!
Sementara berdasarkan data Badan Litbang Kementerian ESDM, ada sejumlah keuntungan jika masyarakat beralih menggunakan DME dari LPG.
Diantaranya, menekan impor LPG sebesar 1 juta ton per tahun dengan produksi DME 1,4 juta ton per tahun, meningkatkan ketahanan energi nasional, menghemat cadangan devisa Rp9,7 triliun per tahun karena sudah tidak impor LPG, menambah investasi asing hingga 2,1 miliar dollar AS, menciptakan multiplier effect hingga Rp800 miliar per tahun, serta memberdayakan industri nasional yang melibatkan tenaga kerja lokal.
Lantaran masih dalam tahap pengembangan, belum ada harga pasti DME yang dirilis pemerintah. Namun yang jelas, tidak akan lebih mahal dari LPG sehingga tidak memberatkan masyarakat.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.