JAKARTA, KOMPAS.TV - Linimasa twitter diramaikan dengan unggahan dari netizen yang merasa aneh dengan penulisan kata Arab berbahasa melayu yang tertulis di Kantor Gubernur Riau.
Cuitan itu pun sempat jadi trending populer di Indonesia pada jam 17.15 dan memantik perdebatan karena dibumbui tudingan 'kadrun' dan dugaan arabisasi.
Kantor Gubernur Riau yang berada di Jl Jenderal Sudirman No.460 Jadirejo, Pekanbaru Kota, Riau, itu memang terdapat sebuah gerbang yang bertuliskan KANTOR GUBERNUR RIAU dan tulisan Arab-Melayu, yakni aksara Arab tapi berbahasa Indonesia, yang tertulis tepat di bawahnya.
Jika dibaca, tulisan arab itu bunyinya sama dengan tulisan di atasnya, yakni: kantor gubernur Riau. Lantas, kenapa diributkan?
Negara kita sudah jadi cabang negara Arab? pic.twitter.com/RqZe9cKJXD
— Sukiman (@kimansu) January 5, 2022
Menurut Alumnus Pascasarjana Susastra Universitas Indonesia (UI) Alhafiz Kurniawan, menjelaskan terkait fenomena aksara Arab-Melayu yang sering membuat orang bingung itu.
Alhafiz yang juga dosen Agama Islam di UI, menjelaskan soal aksara Arab-Melayu yang kerap juga disebut dengan Aksara Jawi tersebut, sebagai pengaruh Islam di Indonesia.
“Itu sebenarnya kan aksara Jawi disebut juga Arab-Melayu. Ia terpengaruh atau bisa dikatakan sebagai produk Islam di nusantara,” papar Alhafiz dalam sambungan telepon kepada KOMPAS TV, Rabu (5/2).
Alhafiz lantas menjelaskan, penulisab Arab Melayu atau kalau di Jawa disebut Jawi, dalam ukiran di kantor-kantor gubernuran maupun kerajaan di Jawa adalah hal biasa dan banyak dilakukan.
“Makanya hal itu biasa saja. Aksara Jawi ini juga dipakai di kawasan Melayu Nusantara, misalnya di Melayu Sumatra, Melayu Jakarta, Melayu Kalimantan, Maluku, Sulawesi, dan juga Nusa Tenggara,” tambahnya.
Baca Juga: Kenakan Baju Adat Melayu di Hari Sumpah Pemuda, Nadiem Ingatkan Jejak Sejarah
Pria yang juga mengkaji Literatur Klasik islam di Nusantara itu lantas menjelaskan lebih lanjut soal bahasa Melayu yang banyak terpengaruh oleh bahasa Sanskerta, lantas kemudian ditulis dalam aksara jawi karena pengaruh Islam di Nusantara.
Bahkan, ia juga menceritakan bahwa aksara jawi atau Arab-Melayu lazim dipakai ketika mengaji pada zaman dahulu agar mudah membaca Alquran.
“Sebenarnya, anak-anak saat sekolah zaman dulu di SR (Sekolah Rakyat) malah tetap menggunakan aksara jawi atau Arab-Melayu itu,” tuturnya.
Sehingga anak-anak kampung yang mengenyam SR itu, kata Alhafiz itu lebih mudah membaca alquran saat ngaji sore/malam di langgar daripada anak kampung yang, dalam bahasa Hafi, tidak sekolah sama sekali.
“Ini yang justru menarik. Karena di SR mereka juga pakai aksara Jawi agar mudah belajar,” katanya.
Alhafiz, memberi contoh, misalnya soal penulisan Tafsir Al-Ibriz karya KH Bisri Mustofa yang masyhur di kalangan pesantren juga menggunakan huruf Jawi. Begitu pula dengan karya-karya masyhur Raja Ali Haji, seperti Gurindam Dua Belas, menggunakan Arab-Melayu.
Alhafiz lantas memberi komentar soal tuduhan arabisasi atau isu politik seperti kadrun yang tidak berdasar atas tuduhan Arab-Melayu. Dia menyayangkan narasi tersebut cenderung politis dan kurangnya literasi keberaksaraan di tanah air.
“Adapun soal tuduhan kadrun atau arabisasi, kukira itu sudah isu politis. Padahal, kultur masyarakat Islam di nusantara sudah ratusan tahun menggunakan aksara jawi tersebut sebelum politik etis kolonial mengharuskan penulisan aksara Latin,” tandasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.