JAKARTA, KOMPAS.TV – Ombudsman RI menemukan bahwa perekrutan tenaga honorer dilakukan tanpa standar yang baku dan jelas untuk memenuhi kebutuhan pegawai.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Keasistenan Analisis Pencegahan Maladministrasi Keasistenan Utama VI Ombudsman RI, Ani Samudra Wulan, dalam Diskusi Publik terkait Kebijakan Tata Kelola Tenaga Honorer pada Instansi Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, Selasa (28/12/2021).
“Untuk perencaanaan dan pengadaannya sendiri, baik di pusat maupun di daerah, perekrutan tenaga honorer tetap dilakukan tanpa standar baku yang jelas untuk memenuhi kebutuhan pegawai,” jelasnya.
Jadi, lanjut Ani, di suatu instansi, misalnya ada satu unit yang membutuhkan tenaga honorer, maka unit yang merekrut tenaga honorer berdasarkan SK dari kepala unit.
Baca Juga: Ombudsman: Pemerintah Butuh Tenaga Honorer, tapi Maladministrasi Terjadi Berlapis-lapis
Sementara, untuk status tenaga honorer, Ombudsman menemukan adanya perbedaan aturan untuk status tenaga honorer, baik itu di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah.
“Aturan ini dalam arti mereka mengangkat ada yang berdasarkan SK dari kepala darah, kepala biro, maupun dari kepala unit masing-masing.”
Sedangkan untuk kondisi kerja, khususnya pengupahan, baik di pemerintah daerah atau pemerintah pusat, tidak ada standar pengupahan untuk tenaga honorer, sehingga berbeda-beda di pusat dan didaerah.
“Inilah yang bisa dikatakan bahwa tenaga honorer ini jauh dari kata sejahtera dibanding dari ASN itu sendiri,” lanjutya.
Padahal, dikatakan bahwa hampir sebagian besar beban kerja tenaga honorer lebih banyak dibanding beban kerja dari ASN.
“Itu hasil kami mengambil data dan wawancara dengan tenaga honorer di daerah maupun di pemerintah pusat.”
Temuan lain adalah sebagian besar tenaga honorer tidak diberikan jaminan sosial, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.
Ombudsman juga menemukan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, tidak memiliki perencanaan dalam penganggaran pengembangan kompetensi bagi tenaga honorer.
“Mereka hanya menganggarkan pelatihan atau pengembangan kompetensinya hanya untuk ASN, sedangkan untuk tenaga honorernya mereka tidak menganggarkan,” tegasnya.
Jika kemudian ada tenaga honorer yang diikutsertakan dalam pelatihan atau pengembangan kompetensi, hal itu hanya dilakukan jika ASN tidak bisa mengikuti pelatihan tersebut, atau sebagai pengganti.
Baca Juga: 4 Opsi Ombudsman terkait Tenaga Honorer, Salah Satunya Penghapusan
“Atau apabila memang tenaga honorer tersebut membutuhkan keterampilan khusus, misalnya pada pemadam kebakaran, tenaga pengamanan dll.”
Selanjutnya, pada bidang pascakerja, tenaga honorer tidak mendapatkan jaminan apa pun, baik yang sudah bekerja berpuluh-puluh tahun maupun yang baru beberapa tahun.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.