PAPUA, KOMPAS.TV - Tepat pada hari ini 7 tahun lalu atau 8 Desember 2014, aparat TNI diduga menembaki warga sipil di Paniai, Papua. Kasus Paniai Berdarah menjadi salah satu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang tak kunjung selesai.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, pihaknya berusaha memberikan prioritas untuk menyelesaikan kasus Paniai Berdarah.
“Sudah dinaikkan ke tingkat penyidikan dengan menunjuk 22 jaksa. Jadi ini nanti akan proses sesuai undang-undang yang berlaku,” kata Mahfud MD dalam keterangan pers virtual pada Sabtu (4/12/2021).
Setelah tujuh tahun, Mahkamah Agung baru membentuk tim penyidik dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai lewat Keputusan Jaksa Agung Nomor 267 Tahun 2021 pada tanggal 3 Desember 2021.
Baca Juga: Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Papua, Mahfud MD: Pemerintah Matangkan RUU KKR
Kronologi Kasus Paniai Berdarah
Melansir BBC, penembakan di Paniai bermula pada 7 Desember 2014 dini hari. Saat itu, kelompok remaja setempat sedang berjaga-jaga sebagai usaha pengamanan jelang perayaan Hari Raya Natal.
Sebuah mobil hitam melaju dari Enaro menuju Madi Kota dan melewati penjagaan di daerah Togokutu. Namun, lampu mobil itu tidak dinyalakan.
Tiga remaja warga sipil pun menghentikan mobil itu untuk menegur pengemudi mobil, yang diduga anggota TNI.
Namun, mobil itu tetap dapat melanjutkan perjalanan ke Madi Kota. Para pengemudi mobil ternyata tidak terima dihentikan warga.
Saat tiba di markas TNI, mereka mengajak anggota lainnya. Kelompok itu lalu menghajar tiga remaja itu.
Satu remaja babak belur dan dua orang lainnya berhasil melarikan diri. Warga lainnya kemudian membawa anak yang terluka ke rumah sakit.
Pagi harinya, warga berkumpul di lapangan Karel Gobay untuk menuntut pertanggungjawaban atas pemukulan anak-anak Papua itu.
Kepala Kepolisian Daerah Papua saat itu Irjen Pol Yotje Mende juga menyebut warga memblokade jalan poros Enarotali - Madi.
Sumber : BBC/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.