JAKARTA, KOMPAS TV - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) pada Rabu (8/12/2021). Keputusan itu diambil dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI.
Dalam pengambilan keputusan itu, terdapat delapan fraksi yang menyetujui pengesahan regulasi tersebut. Yang setuju dengan adanya RUU TPKS ialah Fraksi PDIP, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, PPP dan Partai Golkar.
"Dengan demikian, ada tujuh fraksi yang mau menyetujui dan ada satu fraksi yang meminta untuk menunda, bukan berarti tidak menyetujui, artinya meminta waktu untuk menunda, karena masih ada harus mendengarkan pendapat dari publik, yakni Fraksi Partai Golkar," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat memimpin rapat tersebut.
Baca Juga: Marak Kekerasan Seksual, RUU TPKS Dinilai Penting untuk Cepat Disahkan
Kemudian, ada satu fraksi yang menyatakan menolak pengesahan RUU TPKS, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Dan satu fraksi menyatakan menolak, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera," ujarnya.
Setelah itu, Supratman langsung menanyakan kepada seluruh peserta rapat ihwal persetujuan RUU TPKS.
"Saya ingin menanyakan sekali lagi kepada Bapak Ibu anggota Badan Legislasi, apakah draf Rancangan Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat kita setujui?" tanya Supratman.
"Setuju," jawab seluruh peserta rapat.
Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya mengungkapkan RUU TPKS menjadi salah satu bentuk kehadiran para wakil rakyat untuk melindungi para korban kekerasan seksual.
“RUU TPKS dibutuhkan sebagai bentuk perlindungan terhadap korban. Sebab, undang-undang yang ada saat ini seperti UU KUHP, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perkawinan, UU ITE, hingga UU tentang Pornografi belum bisa menjadi payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual,” kata Willy, Jumat (26/11/2021).
Politikus Partai Nasdem itu menjelaskan, RUU TPKS dibutuhkan dalam 2 ranah. Pertama bagaimana korban mendapat keadilan dan perlindungan agar aparat penegak hukum, khususnya polisi dan jaksa punya legal standing dalam melakukan penindakan.
Baca Juga: RUU Tindak Piidana Kekerasan Seksual Tak Kunjung Disahkan, Ketua Panja RUU TPKS: Ada Kendala Politik
Willy mengatakan, banyak korban kekerasan seksual tidak melapor karena dalam realisasinya, seksualitas masih dianggap sebagai aib atau hal yang tabu.
"Masih banyak korban yang tidak berani speak up, karena masyarakat secara sosiologis masih menganggap seksualitas itu suatu hal yang tabu, suatu hal yang saru, suatu hal yang sifatnya cenderung aib. Tidak ada tempat bagi mereka dalam mencari keadilan,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.