JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan, kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas masih terjadi di Indonesia.
Salah satu bentuk penyiksaan terhadap perempuan disabilitas yang ditemukan Komnas Perempuan adalah kekerasan seksual.
Hasil pemantauan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas memiliki kerentanan berlapis sebagai perempuan dan sebagai penyandang disabilitas.
"Kerentanan ini kerap bertumpuk dengan kerentanan-kerentanan lainnya, terutama pendidikan yang rendah, kemiskinan, layanan kesehatan yang buruk, dan stigma negatif dari masyarakat," demikian Komnas Perempuan mengungkapkan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/12/2021).
Dari temuannya, Komnas Perempuan menyimpulkan bahwa kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak perempuan disabilitas seringkali tidak langsung diketahui pihak keluarga korban.
Kekerasan itu baru diketahui ketika korban mengeluh kesakitan pada perut atau tubuh yang menunjukkan perubahan yang mengindikasikan kehamilan.
"Temuan juga menunjukkan bahwa usia terbanyak korban antara 8-19 tahun, dimana mereka berada pada masa pendidikan dasar dan menengah," ungkapnya.
Komnas Perempuan menyebut perempuan disabilitas rentan menjadi korban kekerasan seksual karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi (kespro).
Baca Juga: Mensos Risma Menangis, Minta Masyarakat Tak Pandang Rendah Penyandang Disabilitas
Di saat yang sama, keluarga atau orang tua anak perempuan dengan disabilitas juga tidak memahami bagaimana mengasuh serta mendidik anak perempuan dengan disabilitas.
Adapun salah satu faktornya yakni karena latar belakang pendidikan mereka yang rendah serta faktor ekonomi.
Selain itu, keberadaan lembaga pendidikan yang inklusif, khususnya di wilayah perdesaan dinilai masih sangat terbatas.
"Sehingga banyak perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas sulit mengakses lembaga pendidikan inklusif yang lokasinya jauh dari rumah," tegasnya.
Kendati pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk jaringan internet semakin luas, namun Komnas Perempuan menyebut penggunaannya belum ramah disabilitas.
Terlebih, informasi terkait kesehatan reproduksi yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas, terutama pada tingkat desa, hingga kini juga belum tersedia.
Padahal, salah satu hak penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 5 nomor 1T, yaitu ia berhak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi.
"Kondisi ini diperburuk dengan biaya internet yang tidak dapat dijangkau oleh semua penyandang disabilitas," ujar Komnas Perempuan.
Baca Juga: Rekam Jejak Risma Perlakukan Kaum Disabilitas Terungkap, PDIP: Mereka Setara Diperlakukan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.