JAKARTA, KOMPAS.TV - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Mantan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terkait kasus korupsi izin pertambangan eksplorasi dan izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014.
Amran dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman dalam kasus korupsi pemberian izin pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati menjelaskan pembatalan pemeriksaan Amran ini lantaran adanya surat permohonan penjadwalan ulang.
Baca Juga: KPK Periksa Amran Sulaiman Dalam Kasus Tambang yang Rugikan Negara Rp2,7 Triliun
Surat penjadwalan ulang tersebut disampaikan Amran Sulaiman selaku Direktur PT Tiran Indonesia kepada penyidik KPK.
"Terkait pemeriksaan terhadap satu orang saksi atas nama Amran Sulaiman (Direktur PT Tiran Indonesia) pemeriksaannya dijadwalkan ulang sesuai dengan konfirmasi yang telah disampaikan yang bersangkutan kepada tim penyidik,” ujar Ipi saat dikonfirmasi, Rabu (17/11/2021).
Selain Amran Sulaiman KPK telah memeriksa dua saksi yakni Direktur PT Tambang Wisnu Mandiri bernama Bisman dan pihak swasta bernama Andi Ady Aksar Armansyah.
Ipi menjelaskan KPK melakukan pemeriksaan terhadap kedua saksi tersebut di Polda Sulawesi Tenggara pada Rabu (16/11/2021).
Baca Juga: Viral! Bupati Banyumas Minta KPK Beri Peringatan Sebelum OTT
"Kepada keduanya, tim penyidik mengkonfirmasi terkait antara lain pengalaman saksi dalam mengurus IUP (Izin Usaha Pertambangan) di Kabupaten Konawe Utara," ujar Ipi.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka pada 3 Oktober 2017.
Aswad selaku Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan periode 2011-2016 itu diduga menerima suap Rp13 miliar.
Baca Juga: Foto Pakai Baju Loreng Bersama Ketum Partai Nasdem, ASN Kementan Dinilai Langgar Kode Etik
Suap tersebut berasal dari sejumlah pengusaha yang diberikan izin pertambangan. Aswad juga diduga telah menyebabkan kerugian negara Rp2,7 triliun.
Indikasi kerugian negara ini dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.
Aswad diduga menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, dan korporasi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.