JAKARTA, KOMPAS.TV – Kenaikan upah minimum tahun 2022 yang rata-rata sebesar 1,09 persen dinilai terlalu kecil bagi pekerja yang saat ini sudah terdampak pandemi.
Melansir dari Kompas.id, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita Silaban mengatakan, kemerosotan upah yang drastis mulai tahun depan itu harus diiringi dengan penguatan sistem sosialisasi dan pengawasan ke perusahaan-perusahaan.
Pasalnya, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional per Februari 2021 menunjukkan, tingkat kepatuhan pengusaha dalam membayar pekerjanya sesuai upah minimum terbilang rendah dari tahun ke tahun. Bahkan, persentase pekerja yang dibayar di bawah upah minimum juga meningkat selama empat tahun terakhir.
Pada Februari 2019, ada 47,07 persen pekerja yang masih dibayar di bawah upah minimum provinsi. Komposisi itu meningkat menjadi 48,66 persen pada Februari 2020 dan kembali naik menjadi 49,67 persen per Februari 2021.
Lebih lanjut, Elly menilai, kenaikan upah yang hanya sekitar di angka 1 persen itu terlalu kecil bagi pekerja, yang saat ini sudah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup di tengah pandemi.
Kenaikan upah minimum yang tipis itu semakin tidak beralasan karena sebenarnya usaha mikro-kecil sudah dikecualikan dari keharusan membayar upah minimum.
Lagipula, tidak semua perusahaan merugi. Ada sektor-sektor tertentu yang masih bertahan, bahkan mendapat untung selama pandemi.
Baca Juga: Keluarkan Kebijakan Baru, Upah Minimum Tak Berlaku untuk Pelaku UMK Mulai Tahun Depan
”Sistem ini kembali melegalkan pemberian upah murah bagi buruh, ini kondisi terburuk sepanjang sejarah. Jika tidak ada monitoring dan pengawasan yang kuat, sistem pengupahan ini akan semakin menekan kesejahteraan buruh,” ujar Elly, dikutip pada Selasa (16/11/2021).
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.