JAKARTA, KOMPAS.TV – Pekerja dan pengusaha tengah menanti besaran kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten atau kota (UMP/K) tahun 2022.
Pasalnya, perkiraan penetapan UMP tahun depan tidak bisa dihitung sendiri oleh pekerja atau pengusaha lantaran data-data variabel penetapan upah yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak dipublikasikan dan disosialisasikan.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, sesungguhnya BPS Provinsi sudah merilis data variabel penetapan upah dan dikirimkan ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Dewan Pengupahan Provinsi, hanya saja data tersebut tak diketahui oleh publik, terutama oleh pekerja.
"Ini masalahnya, data BPS itu sebenarnya data publik, namun tidak terinformasikan. Bila dipublikasikan, pekerja bisa menghitung sendiri kenaikan upah dan menghindari dugaan manipulasi data," ujar Timboel, Senin (8/11/2021), dikutip dari Kontan.co.id.
Baca Juga: Alasan Ini yang Membuat Buruh Yakin UMP 2022 Bisa Naik 10 Persen
Dari sebab itu, ia khawatir apabila tidak ada keterbukaan data tersebut, berpotensi Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang penetapan upah di sejumlah wilayah akan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam hal ini terutama soal tidak transparannya data variabel pentapan upah ini.
"Jadi kalau seperti ini ada kesan, pekerja pasrah terhadap data BPS," katanya.
Sebagai informasi, setidaknya ada lima data BPS Provinsi yang harus dipublikasikan, yakni pertumbuhan ekonomi provinsi, inflasi provinsi, konsumsi rata-rata per kapita provinsi, rata-rata jumlah anggota keluarga di provinsi bersangkutan, dan rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja di provinsi tersebut.
Baca Juga: Puan Desak Pemerintah Naikkan Upah Minimum pada 2022, Buruh Harus Dilibatkan
Sumber : Kompas TV/Kontan.co.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.