MALANG, KOMPAS.TV – Inflasi di Kota Malang dari data yang dirilis pada November 2021 sebesar 0,19 persen. Salah satu komponen terbesar yang menyumbang angka inflasi itu adalah konsumsi rokok.
Kepala BPS Kota Malang Erny Fatma Setyoharini menyampaikan, nilai inflasi tersebut lebih tinggi dari Jawa Timur yang sebesar 0,18 persen serta lebih tinggi dari nasional sebesar 0,12 persen per Oktober 2021.
”Rokok memang memberikan andil pada inflasi bulan ini. Menurut teman-teman Gabungan Pengusaha Rokok Malang, rokok memang komponen yang sensitif terhadap isu. Pada November 2021 ini isunya akan ada kenaikan cukai sehingga masih isu saja, di tingkat penjualan harganya sudah naik,” katanya dalam siaran persnya, Senin (1/11/2021).
Adapun, dari angka inflasi tersebut, selain rokok ada komponen makanan, minuman, daging ayam, cabai rawit, dan minyak goreng yang secara keseluruhan menyumbang 0,46 persen inflasi.
Disusul pakaian dan alas kaki seperti mukena, kerudung, dan baju muslim pria (0,28 persen), transportasi (0,24 persen), serta perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga seperti sabun cuci piring dan pembersih lantai (0,20 persen).
Baca Juga: GAPPRI Minta Cukai Rokok Tak Naik Tahun Depan: Malah Butuh Insentif
Menurut Erny, berdasarkan survei kebutuhan harian warga Kota Malang, rokok memiliki berat penimbang cukup tinggi dalam penghitungan inflasi. Oleh sebab itu, pergeseran sedikit saja terhadap komoditas rokok akan berdampak pada penghitungan inflasi.
Berat penimbang tersebut akan dievaluasi per lima tahun, dengan asumsi kebutuhan warga Kota Malang dalam jangka waktu lima tahun sudah berubah.
Dari pengalaman selama ini, lanjut Erny, jumlah perokok relatif stabil dan tidak terpengaruh isu pandemi atau sejenisnya.
“Memang tipikal konsumen rokok selama ini cenderung fanatik. Jika tidak bisa membeli rokok dalam bentuk jadi, mereka cenderung membeli tembakau sendiri dan melinting rokok untuk dikonsumsi sendiri,” katanya.
Saat itu, untuk mendukung pemulihan industri rokok, DJB menerima surat dari Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Jawa Timur. Intinya, perusahaan rokok minta kenaikan plafon kredit dari Rp 500.000 menjadi Rp 2 juta.
Dengan berbagai kebijakan, DJB akhirnya menyetujui pemberian kredit, dan industri rokok yang menjadi gantungan ribuan orang itu kembali berjalan.
Hanya saja, industri rokok di Kota Malang terus memudar dari tahun ke tahun. Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang pada tahun 2005 menyebutkan jumlah pabrik rokok di Kota Malang masih sekitar 150 pabrik.
Namun, tahun 2017 jumlahnya terus menyusut hingga tersisa 30-a. Jumlah ini dilihat juga terus berkurang.
Baca Juga: Kenaikan Harga Tiket Pesawat Jadi Penyebab Utama Inflasi Oktober 2021
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.