KABUL, KOMPAS.TV - Taliban mengancam Amerika Serikat (AS) dan negara lainnya agar segera mengakui pemerintahan baru Afghanistan.
Mereka menyebut jika tidak diakui dan terus membekukan aset dan dana cadangan Afghanistan yang ada di luar negeri, akan berakibat buruk bagi dunia.
Hal itu diungkapkan oleh Juru Bicara Taliban Zabihullah Mujahid pada konferensi pers, Sabtu (30/10/2021).
Saat ini, belum ada satu negara pun yang secara resmi mengakui pemerintah Afghanistan di bawah Taliban, sejak kelompok itu mengambil alih pemerintahan pada pertengahan Agustus 2021.
Baca Juga: China Ingatkan Lithuania dan Negara Eropa yang Berhubungan dengan Taiwan, Sebut Itu Keputusan Salah
AS serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian membekukan sejumlah aset dan dana Afghanistan senilai miliaran dolar AS.
Hal itu kemudian berujung pada krisis ekonomi dan krisis kemanusiaan di Afghanistan.
“Pesan kami ke Amerika adalah, jika terus tidak mengakui, permasalahan Afghanistan akan berlanjut. Ini adalah masalah regional, tetapi bisa menjadi masalah dunia,” tuturnya dikutip dari US News.
Ia juga mengatakan alasan Taliban dan AS berperang terakhir kali adalah karena keduanya tak memiliki hubungan diplomatik.
AS sendiri menduduki Afghanistan pada 2001, setelah terjadinya serangan 11 September 2001.
Saat itu, pemerintahan Taliban menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda, Osama Bin Laden.
“Masalah itu yang disebabkan karena perang, seharusnya bisa mereka selesaikan dengan negoasiasi,” kata Mujahid.
“Mereka seharusnya bisa menyelesaikan dengan kompromi politik,” tambahnya.
Baca Juga: Taliban Tembak Mati Dua Orang Hanya karena Musik di Pesta Pernikahan
Ia pun menambahkan pengakuan itu merupakan hak bagi masyarakat Afghanistan.
Meski belum ada yang mengakui pemerintahan Taliban, pejabat senior dari sejumlah negara telah bertemu dengan sejumlah pemimpin kelompok milisi itu baik di Kabul dan negara lainnya.
Kunjungan terakhir dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Turkmenistan Rasit Meredow di Kabul, Sabtu.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi juga bertemu dengan pejabat Taliban di Qatar, awal pekan ini.
Sumber : US News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.