SOLO, KOMPAS.TV - Hari ini dalam sejarah, tiga tahun lalu, tepatnya pada 29 Oktober 2018, pesawat Boeing 737 MAX 8 Lion Air penerbangan JT 610 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Sebanyak 189 orang meninggal dunia dalam kejadian tersebut.
Berdasarkan catatan manifes, 181 orang merupakan penumpang yang terdiri atas 124 laki-laki, 54 perempuan, satu anak-anak, dan dua bayi. Sementara delapan sisanya merupakan pilot, kopilot, dan enam awak kabin.
Dilansir dari program KOMPAS PAGI, pada 26 Oktober 2019, ratusan orang yang menjadi korban hanya dapat diidentifikasi berjumlah 125 jiwa. Diketahui, pesawat yang jatuh merupakan termasuk jenis Boeing 737 MAX 8 yang dibuat tahun 2018.
Lion Air sendiri baru mengoperasikan pesawat itu pada 15 Agustus 2018 dan baru memiliki kurang lebih 800 jam terbang. Satu tahun pasca-tragedi tersebut, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya merilis hasil investigasi terkait penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 itu.
KNKT menyebut penyebab jatuhnya pesawat Lion Air tujuan Pangkal Pinang tersebut diakibatkan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) yang belum dikuasai oleh pilot. Hal itu dikarenakan tidak adanya panduan MCAS untuk pilot yang diberikan perusahaan sehingga menyebabkannya kesulitan mengenali sistem.
Baca Juga: Lion Air Terapkan Tarif Baru Tes PCR, Berikut Rincian dan Persyaratan Lengkapnya
"Tidak ada panduan MCAS untuk pilot, baik mereka saat melakukan training dari tipe sebelumnya ke tipe 737 MAX. Maupun tidak ada informasi MCAS dalam buku panduan pilot sehingga pilot tidak memiliki informasi tentang apa itu MCAS. Hal ini tentu menyulitkan saat MCAS itu mulai aktif, mereka tidak bisa mengenali gejala ini disebabkan oleh sistem apa karena mereka tidak mengenali sistem MCAS ini," kata Nurcahyo Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT dalam program KOMPAS PAGI pada Sabtu, 26 Oktober 2019.
Perlu diketahui, MCAS adalah fitur yang baru ada di pesawat Boeing 737-8 (MAX) untuk memperbaiki karakteristik angguk, yaitu pergerakan pada bidang vertikal pesawat pada kondisi flap up, manual flight tanpa auto pilot, dan AOA tinggi.
Lebih lanjut, Nurcahyo menyebutkan sembilan faktor yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX 8 Lion Air JT-610 penerbangan dari Jakarta ke Pangkal Pinang.
Melansir Harian Kompas, 6 November 2018, jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 bernomor registrasi PK-LQP dapat segera terlacak berdasarkan pantauan radar Automatic Dependent Surveillance-Broadcast atau ADS-B di Air Navigation Indonesia Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Berdasarkan analisis, Pesawat Boeing 737 MAX 8 Lion Air penerbangan JT 610 meluncur dari ketinggian 1.200 meter dengan kecepatan 685 km per jam atau 190,3 meter per detik. Bahkan, dalam waktu 6,3 detik, pesawat sudah membentur permukaan laut dan kejadiannya tidak diketahui oleh penduduk setempat lantaran terjun dengan kecepatan tinggi.
Baca Juga: KNKT Ungkap Penyebab Kecelakaan Lion Air JT 610
Diketahui, masyarakat yang berada di sekitar perairan Karawang mengaku hanya mendengar ledakannya. Kemudian, Basarnas menerima laporan air traffic control bahwa JT 610 lost contact. Setelah dikonfirmasi, Basarnas mengirim tim ke lokasi hilang kontak.
Setelah mengerahkan berbagai tim penyelamat, pada pukul 13.02 WIB tim lapangan menemukan potongan tubuh di sekitar tempat kejadian perkara.
Selanjutnya, serpihan pesawat dan potongan tubuh para korban terus ditemukan hingga berhasil mengidentifikasi sebanyak 125 orang penumpang dari jumlah manifes yang tercatat sebanyak 189 jiwa. Seluruh penumpang dan kru pesawat dinyatakan meninggal dunia.
Sumber : Kompas TV/Harian Kompas
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.