KHARTOUM, KOMPAS.TV - Angkatan Bersenjata Sudan dilaporkan mengambil alih pemerintahan dalam upaya kudeta pada Senin (25/10/2021) pagi waktu setempat. Aparat militer menangkap sejumlah pejabat sipil termasuk Perdana Menteri Abdalla Hamdok.
Panglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan membubarkan pemerintahan transisi yang dijanjikan menjabat hingga pemilihan umum digelar.
Sebelumnya, Sudan dipimpin pemerintahan sementara yang terdiri dari dewan sipil dan militer. Dewan ini memimpin sejak kudeta yang menjungkalkan diktator Omar Al-Bashir pada 2019 silam.
Baca Juga: Diduga Kudeta Militer di Sudan, Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan Pejabat Tinggi Ditangkap
Kudeta ini memunculkan kekhawatiran terhadap nasib demokrasi di Sudan. Negara ini telah melalui puluhan tahun kediktatoran militer.
Jenderal Burhan berjanji bahwa militer tetap berkomitmen dengan demokrasi langsung.
“Angkatan Bersenjata akan terus mengupayakan transisi demokratis hingga kepemimpinan negara diserahkan kepada pemerintahan sipil terpilih,” kata Burhan.
Akan tetapi, klaim Jenderal Burhan itu diragukan berbagai pihak. Analis politk Al Jazeera, Marwan Bishara bahkan menyebut justifikasi pihak militer tak bisa diterima.
“Mereka pikir perjanjian dua tahun belakangan semata perjanjian antara militer dan sejumlah teknokrat yang menjalankan pemerintahan sehari-hari,” kata Bishara dikutip Al Jazeera.
“Jadi, gagasan bahwa Sudan telah melalui gejolak besar dan hendak mendirikan pemerintahan sipil setelah 30 tahun kediktatoran militer tidak ada di pikiran jenderal-jenderal Sudan,” imbuh Bishara.
Kudeta di Sudan sendiri memiliki sejarah panjang. Baru beberapa tahun setelah merdeka pada 1956, negara ini telah menghadapi percobaan kudeta.
Sebelum militer yang dipimpin Jenderal Burhan melakukan kudeta, percobaan kudeta juga dilakukan sekelompok tentara pada September lalu.
Menurut Institute for Security Studies (ISS), Sudan telah melalui 15 kali percobaan kudeta hingga 2020.
Menurut catatan ISS, pemerintah sah Sudan sudah dikudeta hanya dua tahun sejak seremoni kemerdekaan pada Januari 1956. Kudeta ini terjadi pada November 1958.
Kudeta kedua Sudan terjadi pada 25 Mei 1959. Kudeta ini berhasil dan pemimpinnya, Kolonel Jaafar Nimeiry menjadi perdana menteri.
Pada Juli 1971, akibat perselisihan antara faksi Marxist dan non-Marxist di koalisi pemerintahan militer, kudeta kembali terjadi. Kudeta ini dipimpin Partai Komunis Sudan dan sempat berhasil.
Namun, pemerintahan yang dibentuk hanya bertahan beberapa hari. Jaafar Nimeiry kembali menjabat pos perdana menteri setelah perlawanan faksi militer anti-komunis berhasil.
Pada 1989, Kolonel Omar Al-Bashir memimpin kudeta untuk menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Sadiq Al-Mahdi. Ia berhasil dan menjadi pemimpin otoriter Sudan.
Awalnya, Al-Bashir mengonsolidasikan kekuasaan dengan bersekutu dengan Hassan Al-Turabi, pemimpin Front Nasional Islam Sudan.
Baca Juga: Sudan akan Serahkan Bekas Presiden Omar al Bashir ke Pengadilan Kriminal Internasional
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.