JAKARTA, KOMPAS TV - Hasil survei Litbang Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan tingkat popularitas partai politik (parpol) baru di Indonesia masih amat rendah atau belum dikenal publik.
Dilansir dari laman Kompas.id, Jumat (22/10/2021), total responden dalam survei itu sebanyak 1.200 orang dan menariknya, 83 persen menyatakan tak mengenal partai-partai politik anyar dan yang non parlemen.
Setidaknya, hanya ada 17 responden yang mengetahui partai politik baru, seperti Partai Gelora (4,3 persen), Partai Masyumi (2,7 persen), Partai Indonesia Damai (2,4 persen), Partai Ummat (2,1 persen), dan Partai Nusantara (1,6 persen).
Baca Juga: Survei Litbang Kompas: Prabowo dan Ganjar Teratas, Puan di Bawah 1 Persen
Selain itu, partai yang sejak tahun 2019 sudah berlaga di pileg dan statusnya tidak memiliki wakil di parlemen, nilai elektabilitasnya masih terperosok.
Misalnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) (0,8 persen), dan Partai Perindo (1,6 persen).
Kemudian, muncul nama-nama partai baru lainnya seperti Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Partai Usaha Kecil Menengah (UMKM) popularitasnya hanya 1 persen dan beberapa responden menyatakan tak mengenal sama sekali.
Menanggapi hasil itu, Pengamat Politik Adi Prayitno menyebut, hasil ini harus menjadi cambukan bagi parpol anyar untuk terus bergerak ke masyarakat agar mereka dikenal oleh khalayak ramai.
Sebab, indikator popularitas itu amat menentukan dalam upaya sebuah parpol memenangi Pileg 2024 mendatang.
”Teori dasarnya itu, kan, untuk dapat disukai, maka parpol itu harus dikenali terlebih dulu. Artinya, agar ada potensi disukai oleh publik, parpol harus mendapatkan popularitas dulu,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis (21/10/2021).
Baca Juga: Hasil Survei Litbang Kompas: Kepercayaan Publik Menurun, Ini Pembelaan Pemerintah
Menurut dia, para kader partai baru dan non parlemen itu harus rajin kampanye dan sosialisasi, sehingga bisa menyaingi parpol lainnya dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
”Untuk bisa menyampaikan narasi dalam sosialisasi dan kampanye yang tepat, segmentasi publik juga mesti dipelajari sehingga narasinya tidak direspons keliru atau negatif. Sebab, jika keliru, itu akan merugikan bagi parpol baru tersebut,” katanya.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.