JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan ada selubung besar yang belum berhasil diungkap di balik keterlibatan aktif Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus Djoko Tjandra.
Atas dasar itu, ICW menilai hal tersebut menjadi satu di antara catatan bahwa penegakan hukum dalam dua tahun pemerintah Joko Widodo-Ma’ruf Amin masih jauh dari harapan.
Demikian Peneliti ICW Lalola Easter dalam diskusi ‘2 Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin: Janji Palsu Pemberantasan Korupsi’.
“Ada selubung besar yang rasanya belum berhasil disingkap dan mungkin juga itu karena ada konflik kepentingan dalam penegakan hukum atas Jaksa Pinangki Sirna Malasari,” ucap Lalola Easter, Selasa (19/10/2021).
“Kita sama-sama tahu Jaksa Pinangki kasusnya ditangani oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Ketika dalam keterangan dalam proses penyidikan ada berbagai pihak yang sebetulnya disebut dan tercatat dalam apa berita acara pemeriksaan, tapi kemudian dalam persidangan banyak sekali kesaksian yang kemudian dianulir.”
Baca Juga: 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, Survei SMRC: Kondisi Politik Memburuk
ICW mengaku menyayangkan kondisi tersebut tidak ditindaklanjuti sebagai upaya untuk pendalaman kasus. Padahal ada dugaan kuat bahwa Jaksa Pinangki tentu tidak bekerja sendiri.
“Artinya ada pihak lain yang patut diduga itu membantu keberlangsungan atau operasi yang mulus tersebut, meskipun pada akhirnya tentu Jaksa Pinangki diproses hukum,” ujar Lola.
Bagi ICW, konflik kepentingan dalam penanganan perkara Jaksa pinangki semakin jelas ketika KPK menolak melakukan koordinasi dan supervisi.
“Sehingga dari sisi penegakan hukum oleh tiga aparat penegak hukum yang memang fokus atau punya tanggung jawab dan kewenangan dalam melakukan penindakan kasus korupsi, itu kita mencatat hal yang buruk itu baru dari satu kejadian dalam kasus Djoko Tjandra,” ujarnya.
Tidak hanya itu, menurut ICW, buruknya penegakan hukum di era Jokowi-Ma’ruf juga tercermin dari keterlibatan dua jenderal Polri yang membantu buronan Djoko Tjandra.
“Tentu kita ingat di pertengahan tahun lalu, tahun 2020 ada skandal yang cukup mencengangkan seorang buronan (Djoko Tjandra) kasus korupsi yang sudah bertahun lamanya itu tidak bisa dipanggil untuk pulang menjalani proses hukum di Indonesia, kemudian terdeteksi keluar-masuk yurisdiksi Indonesia dengan mudah,” kata Lola.
Baca Juga: 2 Tahun Pemerintahan Jokowi, Relawan: Menteri yang Fokus ke Pemilu 2024 Sebaiknya Mundur
Belakangan, kata Lola, diketahui orang bernama Djoko Tjandra bisa masuk dengan mudah dari teritori Indonesia ke negara lain dan begitu juga sebaliknya itu karena ada bantuan dari aparat penegak hukum.
“Dalam perkembangan kasusnya anggota kepolisian tersebut ya atas nama Brigjen Prasetyo Utomo Utomo dan juga Irjen Napoleon Bonaparte itu kemudian diperiksa dan saat ini sudah menjalani masa hukuman,” ujarnya.
“Dari situ akhirnya mulai terkuak. Bagaimana kekacauan mekanisme penegakan hukum yang ada di Indonesia dan bagaimana keterlibatan lembaga-lembaga penegak hukum dalam apa dalam menghalangi proses hukum itu sendiri.”
Kondisi ini, bagi Lola, pada akhirnya menjadi wajah buruk bagi Presiden Jokowi karena tidak ada mekanisme kontrol dan evaluasi atas situasi yang terjadi.
“Kontrol dari eksekutif dalam hal ini presiden sebagai kepala pemerintahan itu tidak terjadi,” ucap Lola.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.